Tuesday, March 12, 2019

KOPI, SENJA DAN DIRIMU



Disana aku pernah memelukmu, menahanmu agar tak pergi. Menabrak rasi-rasi bintang yang menertawai kenangan yang ku benci. Selanjutnya, matamu, adalah keindahan yang paling ku benci setelah langit-langit. Sebab, disana, kau pernah menaruh banyak tanda tanya, yang hanya bisa ku jawab tentu dengan menerka-nerka. Seperti juga mendung waktu itu; yang tak pernah, tak jadi hujan.

Kamu dan Hujan adalah dua hal berbeda yang aku cintai dengan segenap hatiku. Hujan membawamu kepadaku, meyakinkan hatiku untuk kujatuhkan padamu. Namun diakhir cerita, hujan juga yang menemanimu ketika punggungmu berlalu meninggalkanku.
Aku masih sangat mengingat masa itu, masa dimana aku mencintai hujan yang selalu membawa serta kamu. Aku merindukanmu. Merindukan saat hujan, aku masih bisa mendengar suaramu, aku masih bisa bermimpi tentang kita. Aku merindukanmu. Merindukan saat hujan, kamu masih bersamaku, kamu masih denganku, kamu masih ada untukku. Aku merindukanmu. Merindukan saat hujan turun, karena setiap hujan turun, aku jatuh cinta padamu, jatuh lagi, lagi dan lagi.

Pernah disuatu senja yang sangat indah, aku berharap kau disampingku. Memelukku dengan secangkir kopi yang ada di masing-masing genggaman kita, sama-sama menikmati senja dan menantikan hujan turun. Atau disuatu senja dengan ditemani hujan gerimis, aku membuatkanmu secangkir kopi dan menemanimu bernyanyi  Pernah aku berharap seperti itu.
Masih ku cintai hujan, dalam sedih atau bahagiaku, baik atau buruk diriku. Serupa aku yang masih mencintaimu dengan segenap hatiku. Jika hujan yang membawamu kepadaku dan hujan yang menemanimu meninggalkanku, bolehkah aku untuk sekedar berharap hujan akan menuntunmu kembali padaku?
Dimanapun kamu berada, dengan siapa dan bagaimana keadaanmu sekarang, mimpi apa yang tengah kamu raih, aku memang tidak tahu. Namun yakinlah, percaya padaku, saat hujan turun aku merindukanmu. Itu cara semesta menyampaikan pedihnya rasa rinduku padamu, yang begitu hebat membuatku jatuh cinta namun juga begitu jahat memberikan perasaan semu yang kukira nyata.
Saat masih denganmu, aku selalu ingin hujan turun menemani kebersamaan kita. Aku ingin hujan tahu bahwa aku menyayangimu dan berharap kau juga. Tapi sekarang, saat hujan turun, aku malah khawatir. Karena sudah dipastikan, aku hampir gila merindukanmu dan berharap kau merasakan hal yang sama.
Kau ingat tidak? Di suatu malam menjelang pagi, di bagian yang sedang turun hujan, kamu memberi tahuku bahwa banyak orang yang jatuh cinta dan berharap pada Pelangi, memang benar pelangi datang saat hujan reda. Tapi menurutmu, mereka lupa bahwa pelangi hadir hanya beberapa saat, sebentar. Lalu aku kemudian tersadar, bahwa saat itu kau sedang membicarakan dirimu sendiri.
Kau seperti pelangi bagiku.
Indah, membuatku jatuh cinta dan membuatku banyak berharap.
Datang disaat yang tepat, namun pergi dengan begitu cepat.
Tidak seperti sekarang.

No comments: