(Foto, Pak Harto, Bu Tien dan Mbak Tutut kecil, sekitar tahun 1949)
|
PERNIKAHAN PAK HARTO
Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa pernikahan Pak Harto dan Ibu Tien dilaksanakan dalam kondisi yang sangat sederhana, hal ini Pak Harto kisahkan dalam Otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya.
Pernikahan kami dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo, pada waktu itu saya berusia 26 tahun dan Hartinah, istri saya, dua tahun lebih muda dari saya.
Dari tempat tugas saya di Yogya saya naik sebuah kendaraan dinas tua menuju Solo. Saya mengenakan pakaian pengantin, serapi-rapinya untuk waktu yang tidak tenang itu. Sebilah keris terselip di punggung saya. Waktu akan naik kendaraan itu, terasa bukan main repotnya. Sulardi yang mengantar saya, mengganggu saya sepanjang jalan.
Perkawinan kami dilangsungkan pada sore hari dengan disaksikan oleh keluarga dan teman-teman Hartinah. Cukup banyak, sebab keluarga Pak Soemoharjomo (orang tua Bu Tien), cukup terpandang dan disegani di kota ini. Dari pihak saya hadir Sulardi dan kakaknya.
Tetapi kejadian yang bagi saya sangat penting ini sayang tak ada yang mengabadikannya dengan potret. Maklumlah, keadaan serba darurat.
Malam harinya diadakan selamatan, tetapi cuma bisa dengan memasang beberapa buah lilin, karena kota Solo waktu itu harus digelapkan, di waktu malam, mencegah terjadinya bahaya besar jika Belanda melakukan serangan udara lagi.
Tiga hari sesudah perkawinan, saya boyong istri saya ke Yogya. Saya harus kembali menjalankan tugas militer saya. Dan kemudian istri saya mulai dengan tugasnya sebagai istri Komandan Resimen. Dunia yang baru baginya, sekalipun sebelum ini ia giat dalam Palang Merah, dekat dengan barisan-barisan pejuang.
Alhasil, perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami anak muda di tahun delapan puluhan. Kami berpegang pada pepatah "witing tresna jalaran saka kulina", datangnya cinta karena bergaul dari dekat.
Sc: Buku otobiografi
Soeharto , pikiran , ucapan dan tindakan saya
No comments:
Post a Comment