Monday, March 11, 2019


Pagi itu mentari terasa lebih hangat dari biasanya, cahaya pagi memanggil, memasuki jiwa yang sedang bergembira. Hangat dan kegembiraan itu masih kuingat hingga sekarang. Bagaimana bisa kulupa? Merekalah sumber kehangatan itu, Ayah dan Ibuku.

Satu hal yang kukagumi dari mereka, mereka tidak pernah menuntutku. Mereka tidak pernah mengkotak-kotakan aku harus menjadi A, B, C, atau D. Hal inilah yang menjadikanku seperti sekarang, mereka memberikanku kepercayaan. Akulah yang harus menjadi nahkoda di kapalku sendiri, akulah yang nantinya memutuskan kemana kapalku akan berlabuh, dan mereka mempercayai itu semua kepadaku.
Kepercayaan dari mereka sangat berarti, mereka percaya aku dapat menghadapi gelombang pasang ditengah-tengah lautan, mereka percaya aku dapat menerjang badai di malam hari, tidak pernah khawatir aku tersesat, tidak pernah khawatir kapalku karam, karena mereka yakin aku mampu mengatasi masalahku sendiri. Hal ini membentukku menjadi nahkoda yang kuat, yang kokoh tak tertandingi.

Tidaklah berlebihan rasanya bila aku ingin mengganjar kepercayaan mereka dengan sebuah Mahakarya. Kembali lagi teringat di pagi itu, kehangatan yang terpancar membuatku tersadar bahwa inilah buah dari kepercayaan yang mereka pupuk di dalam diriku.
Terdengar klise memang, tetapi memang itulah yang diinginkn oleh seluruh Ayah dan Ibu di dunia, tidak terkecuali Ayah dan Ibuku. Ketahuilah bahwa mereka tidak pernah meminta apa-apa. Tercapainya mimpi-mimpiku adalah sebuah ganjaran yang paling sempurna untuk seluruh kepercayaan yang telah mereka berikan.

Perjuanganku belum usai, kepercayaan itu akan terus mengiringi perjalananku. Suatu hari aku pernah merasa lelah, rasanya ingin usai, rasanya sudah tidak sanggup lagi mengejarkan puluhan paper yang terdiri dari beribu kata-kata ilmiah. Tetapi disaat yang sama pula aku tersadar, aku teringat wajah mereka di pagi itu, kehangatan dan kegembiraan itu, kepercayaan itu, yang tak akan pernah aku khianati.

Setiap aku terjatuh, wajah mereka di pagi hari itu pulalah yang membangunkanku. Teruntuk Ayah dan Ibu, mimpiku semakin dekat, aku ingin kalian menyaksikan, dan merasakan Mahakarya terbesarku yang kupersembahkan untuk kalian si pemberi kehangatan.
Cinta tidak akan pernah pergi meninggalkan hati seseorang yang dicintainya. Cinta selalu tau hati yang mana yang menjadi ‘rumah’ paling nyaman untuk ditinggali olehnya. Sampai kapanpun cinta tidak akan pernah berkhianat pada hatinyaa dan hati seseorang yang dicintainya.

Sama halnya seperti takdir yang tidak akan pernah mengingkari akhir, yang sudah ditakdirkan berjodoh pasti pada akhirnya akan bersatu. Begitu juga sebaliknya kalau memang tidak berjodoh pasti tidak akan bersatu meski sangat mencintai.
Sebab cinta tidak akan pernah mampu mengkhianati hati, maka cintaa tidak dipaksakan untuk mencintai hati yang bukan pemiliknya. Cinta tidak bisa berbohong kalau hatinya sakit bila harus menyukai orang yang tidak dicintainya. Cinta akan menolak untuk tinggal di hati yang bukan ‘rumahnya’ sendiri. Karena sebab itu pula maka selamanya cinta tidak akan pernah mampu membohongi hati, kalau memang ada cinta dan tidak ada cinta.

Karena tidak akan pernah bisa berkhianat kalau memang sudah cinta pasti akan berusaha menjaga hati orang yang dicintainya. Akan berusaha untuk tidak menyakiti perasaan pasangannya, tidak akan mencoba membagi cintanya dengan orang lain.

Karena cinta mengerti bagaimana sakitnya hati ketika dikhianati.
Apapun yang telah Tuhan takdirkan untukmu, selamanya akan tetap jadi milikmu. Takan pernah ada sesuatu apapun yang dapat menghalanginya. Karena begitulah takdir yang sesungguhnya, yang ditentukan untukmu pasti akan menjadi milikmu seutuhnya, sejauh apapun dia pergi ataupun menghilang pada akhirnya akan kembali dipersatukan denganmu.

Begitu juga sebaliknya kalau memang tidak ada ikatan takdir yang menyatukan pasti tak akan pernah bisa bersatu. Tak peduli sekuat apapun kamu menjaga hubungan dengannya tetap saja pada akhirnya akan berpisah, dan kadang yang memisahkan kalian itu adalah hal-hal sederhana yang memang sudah biasa kamu hindari.

Cinta dan takdir itu sama, tujuannya adalah satu akan selalu menemukan jalan untuk kembali kepemiliknya. Semisalkalau memang jodoh pasti akan bersatu, dipersatukan, yang tidak cinta akan menjadi cinta pada seseorang yang memang sudah menjadi jodohnya.

Yakinlah jika kamu saat ini tidak mecintai seseorang yang menikahimu seperti kamu mencintai mantanmu, kelak cintamu hatimu akan berubah dan mampu mengubah cintamu pula.


Sunday, March 10, 2019


Selamat menjelajahi hari demi hari,  Masa Depan. Aku hanya ingin sedikit berbagi kesah. Tentang perjumpaan, tentang ketidakpastian, pun tentang takdir yang memang sedemikian mendebarkan. Tak keberatan kan kamu?

Ada tempat yang mengajarkan banyak pelajaran tentang waktu yang tak akan pernah kembali, menyusuri lorong-lorongnya tak akan sedamai menyusuri lorong-lorong sekolah, kampus, atau gedung-gedung tinggi, yang pada setiap pintunya akan banyak menyapamu dengan penuh kegembiraan.

Lorong-lorong ini berbeda. Mengaduk-aduk rasa, mengajarkan bagaimana ikhlas dan tawakkal sesungguhnya. Mengajarkan betapa hari-hari kita harus penuh kesyukuran. Menampar-nampar kita betapa kita sering abai atas nikmat sehat. Sering abai atas waktu luang.

Pada lorong ini pun, hadir orang-orang yang Tuhan takdirkan untuk dipertemukan dengan kita. Memberikan pelajaran tak terduga. Orang-orang yang membuat hati kita tergugah, bahwa berbagi itu haruslah ikhlas, bahwa tersenyum bukan sebab harimu indah. Lebih dari itu, bahwa sampai hari ini Tuhan masih memberi kita waktu untuk hidup. Apakah kita tetap mengingatNya kala kita sibuk?

Menyenangkan bisa menjumpai banyak orang setiap waktu.
Bukankah begitu,  Menyenangkan bisa menjumpai banyak orang setiap waktu. Tidak peduli bagaimana rupa perjumpaan itu, mengenal orang baru selalu menyenangkan. Asal tidak setiap perjumpaannya mengaduk-aduk rasamu.

Pernah suatu waktu, seingatku kala itu penghujung Oktober. Saat hujan masih sering mendermakan cintanya untuk bumi. Pagi, siang, sore, larut malam bahkan seringkali aku kehilangan arakan-arakan mendung yang tak berkesudahan. Aku terkadang heran dengan istilah ini, bagaimana bisa seseorang –mendermakan cinta- ? Bagaimana seseorang menyatakan memiliki, sedang dirinya saja bukan miliknya?

Aku percaya Tuhan Mahakuasa, segalanya tentu mungkin bagiNya.

Ya, aku percaya Tuan Mahakuasa. Mudah saja bagiNya mendatangkan hujan di tanah paling kering atau sekedar menitahkan terik matahari setelah hujan badai. Pun sangat mudah bagiNya mendekatkan dua hal yang saling jauh, mengenalkan dua hal sebelumnya tak saling tahu, memahamkan dua hal yang saling beda, menumbuhkan percaya pada hal yang sebelumnya dianggap paling sulit. Mudah saja. Apa yang tak mungkin terjadi bila Ia telah berkehendak?


Aku ingin bertanya,  Kepada semua perempuan yang mendengar tanyaku ini. Kepada semua perempuan yang membaca tulisanku ini. Aku ingin bertanya. Pernahkah ada seseorang yang datang lantas membuat hidupmu berubah dalam sekejap mata? Menyandingmu dengan masa depannya? Menawarkan setengah hidupnya rela kau ganggu? Menyatakan rasa nyamannya denganmu? Atau sekedar menghadapkanmu dengan pernyataan yang bahkan lebih sulit dari ujian tingkat akhir?

Terima kasih pernah singgah.
Kepada kamu yang membuatku meluangkan waktu untuk berpikir keras atas pertanyaan-pernyataanmu itu. Kepada kamu dengan segala kebaikanmu. Kepada kamu yang ceritanya setia menemaniku hingga pagi gulita. Kepada kamu yang sampai hati mengaduk-aduk rasa di hati.

Terima kasih pernah singgah..

Aku masih sering heran dengan orang-orang di luar sana yang bisa saling percaya tanpa berjumpa terlebih dahulu, tidak pernah saling tahu. Dan sial. Sekarang semua itu terjadi padaku. Aku bahkan masih sering tak percaya dengan ini semua. Namun kalau benar takdir Tuhan demikian, apa lagi yang harus tak kupercaya?
Sungguh, terima kasih pernah singgah..

Butuh waktu untukku memastikan rasa.

Memastikan apakah ini semua seperti yang kita bicarakan kemarin. Memastikan bahwa semuanya bukan sekedar iya atau tidak. Entahlah, bagiku ini sulit. Sangat sulit. Satu yang kupercaya adalah ada seorang Wanita baik yang menawarkan hidupnya. Ya, aku percaya kamu baik.

Terima kasih pernah singgah.

Aku harus selalu memastikan ke mana akan kamu bawa pergi. Aku tak tidak mau diajak menjelajah tanpa tahu tujuan yang pasti. Maaf, jika aku memilih berhenti. Memintamu untuk tak lagi menjadi teman perjalananku. Biarkan aku berjalan sendiri dulu, tanpa ada kamu di sisiku. Aku ingin mencari yang hakiki, sebelum akhirnya ada tangan yang setia menggenggam setiap jangkah.

Namun untuk perjalanan kemarin, terima kasih sudah membawaku mengunjungi dasar hati. Ikhlaskan aku pergi.

Mungkin kita perlu jarak untuk belajar dari pengembaraan kita masing-masing.

Pada akhirnya jarak juga yang mengukuhkan perkara. Maka aku ingin jauh darimu dahulu. Hingga sampailah aku pada satu pertanyaanmu.
Terima kasih pernah singgah.

Di persimpangan ini, kita telah memilih berpisah. Mengambil pelajaran dari pengembaraan kita masing-masing. Berpisah tidak sama halnya kemudian kita menjadi musuh, bukan? Kita hanya sedang memilih taat pada Tuhan. Selamat menempuh rimbanya dunia, seorang diri. Kamu, tak perlu menjanjikan banyak ketidakpastian hanya untuk membuat kita saling setia.

Aku tidak memintamu untuk menunggu. Barangkali jika benar takdir Tuhan demikian, alasan perjumpaan kita selanjutnya adalah tujuan. Atau barangkali kita benar-benar harus berjumpa saja.

Percayalah, bahwa pada akhirnya esok hari kita akan sampai di persimpangan ujung perjalanan. Entah nanti kamu akan menemukanku atau mungkin dengan Lelaki selain aku? Namun percayalah, bahwa Tuhan kita selalu mengerti tentang apa-apa yang baik untuk kita, selalu memberi apa yang sebenarnya kita butuhkan. Ia lebih tahu daripada kita sendiri. Karena Ia adalah sebaik-baik pembuat skenario.

Terima kasih pernah singgah.

Kepada kamu yang pernah membuatku jatuh (hati) gelisah.

Selamat kembali berjalan pada jalan kebaikan. Selamat berhijrah. Semoga waktu, jarak, dan rasalah yang saling menguatkan. Tanpa ucap yang kadang itu kepalsuan dan nafsu belaka.

Teruntuk Ibu yang selalu mengajarkan ku sebuah pelajaran kesuksesan dalam hidup.

Apa sebenarnya arti dari kesuksesan sehinggas setiap manusia pasti ingin meraih sukses? Ada yang ingin memperoleh kesuksesan dari usahanya, ada juga sukses dengan karirnya, atau bahkan suskes dalam membina rumah tangganya. Bahkan ada yang menjadikan sukses sebagai tujuan hidup.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sukses berarti berhasil; beruntung. Sementara menurut ensiklopedia bebas Wikipedia, sukses didefinisikan sebagai suatu kehormatan atau prestise yang dikaitkan dengan pencapaian suatu kedudukan seseorang dalam status sosialnya. Mungkin saya dan semua orang sepakat bahwa sukses bisa dikatakan sebagai pencapaian terhadap sesuatu yang kita impikan.

Selanjutnya, mari kita lihat contoh-contoh orang yang pada saat ini telah kita sepakati bahwa mereka adalah orang yang telah mendapatkan kesuksesan di dunia, dan apa sih rahasia mereka mendapatkan kesuksesan tersebut?

Pertama, Jack Ma. Dia adalah orang terkaya di China. Apa rahasianya?

We are never in lack of money. We lack people with dreams, who can die for those dreams.”

Ma pernah mengatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan Alibaba adalah berani bermimpi dan menjaga mimpi itu agar tidak padam. Karena pada suatu hari nanti, mimpi tersebut bisa menjadi kenyataan. Ma juga bermimpi jika suatu saat nanti Alibaba akan mengalahkan Walmart sebagai retailer terbesar di dunia.

Kedua, Bill Gates. Dia adalah orang terkaya di dunia. Dia mengatakan bahwa salah satu cara menjadi sukses adalah dengan membaca. Salah satu buku karangan Bill Gates adalah “Road to Success”. Ia mengatakan,

Have such a sense of curiousity about the world helps anyone to succeed, no matter what job they choose.

Bill Gates percaya, senang membaca merupakan salah faktor dari kesuksesan. Dan hal ini terbukti pada Bill Gates yang sejak remaja gemar membaca buku dan mencari informasi dari buku yang dibacanya.

Ketiga, ini adalah salah satu cara menjadi seseorang yang sukses menurut orang jepang. Mereka yakin bahwa kunci sukses adalah pantang menyerah. Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah.

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, tapi ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).

Keempat, atau yang terakhir adalah mereka yang sementara eksodus besar-besaran datang ke Indonesia atau orang China. Di mana dalam jalan menuju kesuksesan mereka mementingkan manfaat dan bukan gengsi semata.

Coba kamu datang ke rumah orang Tinghoa yang baru mulai bekerja. Lalu tanyakan barang-barang yang mereka punya. Mereka akan menjawabnya dengan alasan utilitas atau kegunaan barang tersebut. Orang Tionghoa paham bahwa suatu barang lebih penting punya nilai guna daripada gengsi. Apakah kita bisa seperti mereka?

Benarkah bahwa menjadi seorang yang sukses di dunia harus menjadi seperti Bill Gates atau Jack Ma. Atau dikatakan sukses di dunia harus dengan mengikuti caranya orang Jepang dan China? Atau selain dari itu adakah kesuksesan yang lebih indah di dunia ini? Apa hubungan antara kesuksesan dan Ibu?

Setelah mendengar kata sukses dan ibu, saya langsung mengingat kepada pemimpin-pemimpin atau orang-orang sukses yang ada di Indonesia yang mengatakan bahwasanya tanpa ibu, mereka tidak akan sukses dan bahkan bukan siapa-siapa. Siapa saja mereka dan apa kata mereka tentang ibu?

Pertama, Bapak Chairul Tanjung. Dia berkata, “Ibu adalah kunci kesuksesan  saya, tiap kali saya ingin mengambil langkah, saya selalu minta doa restu pada ibu.”

Kedua, Presiden keenam Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Dia berkata, “Sungkem meminta restu orang tua itu wajib! Tanpa doa, kerja keras, dan berkat mereka, tidak ada satu pun dari kita yang akan berhasil."

Yang terakhir, KH Mustofa Bisri. Dia berkata, “Saya tidak pernah menolak perintah ibu saya. Apa pun yang diperintahkannya, saya laksanakan. Tanpa berpikir dua kali."

Dari apa yang telah dikatakan oleh para tokoh bangsa tersebut, apakah ibu adalah kunci kesuksesan? Jadi apa sebenarnya arti kesuksesan yang paling hakiki?

Sentak pula saya terpikirkan bahwa dalam Islam dikatakan: “Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. Maka muliakanlah ibumu."

Di dalam Islam juga disebutkan bahwa, “Restu orang tua adalah restu Allah.”

Ketika kita mengetahui bahwa begitu pentingnya doa ibu kepada anaknya dalam meraih kesuksesan di dunia, apakah sekarang kita masih belum percaya atas dahsyatnya doa seorang ibu? Bukanlah tidak mungkin jika orang-orang sukses di seluruh dunia ini menjadi demikian sukses lantaran mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya, terlebih dengan ibunya.

Kenapa? Karena rida Allah ialah rida orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa hijab di hadapan Allah, mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi sangat mudah untuk Allah kabulkan.

Diriwayatkan Abu Hurairah, ada seorang laki-laki dating menemui Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, lalau bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?“ Rasulullah menjawab: “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi: “lalu siapa?” Rasul menjawab: “ibumu.” Orang itu masih bertanya lagi: “lalu siapa?” Rasul menjawab: “ibumu.” Orang itu masih bertanya lagi: “lalu siapa lagi?" Rasul menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Muslim).

Begitu mulianya seorang ibu, dan saya pikir semua agama sepakat bahwa ibu adalah seseorang yang paling mulia di muka bumi ini. Dan seorang ibu bukan hanya bisa memberikan kesuksesan dunia kepada anaknya melainkan ibu bisa memberikan kesuksesan dunia dan akhirat.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa definisi kesuksesan yang paling hakiki adalah membahagiakan seorang ibu tercinta.

Dariku, untukmu, di harimu, Ibu. 

Jasamu Tak Terlupakan
Ibu...
kau membingbingku selama satu tahun
kau begitu baik padaku waluapun aku suka marah-marah
Ibu....
kau begitu ceria dan rajin dari pada guru yang lain
ibu...
kau yang pintar, baik, ramah, cantik, dan sopan
Ibu...
kalau aku membuat salah tolong maafkan aku
karena aku cuma kesal karena aku selalu diejek
Ibu...
kalau aku lagi sedih kau menghibur aku
kalau aku lagi kesal kau menghiburku
Ibu...
terima kasih atas jasa-jasamu jika aku
masih sempat bertemu dengan ibu
aku sangat ingin memeluk ibu

Rasanya canggung sekali menyebutmu “sahabat” mengingat kita biasa bertukar sapaan kasar. Aku yang nyaman menyapamu dengan “Nyet”. Dan kau pun lebih suka memanggilku dengan bajingan . Hehehe. Nama-nama yang sekenanya memang justru menjadikan kita terikat erat, ‘kan?

Sahabat, detik ini Sang waktu memang tak sedang berbaik hati menawarkan pertemuan. Meski dari kejauhan, ingin rasanya kutepuk pundakmu. Ingin kunikmati air mukamu yang berubah riang ketika mata kita saling bertemu. Ingin kutagih semua penjelasan karena kau masih berhutang cerita perihal kehidupanmu yang sekarang.
Inginku, apapun yang sedang kau kerjakan bisa berjalan lancar. Aku bayangkan kau tengah bahagia menikmati mimpi demi mimpi yang berhasil dieksekusi. Kau mungkin akan kewalahan bercerita tentang segudang prestasi yang belakangan ini kau akrabi.

Kita adalah sepasang kawan meski tak saban hari terlihat berduaan. Kau sibuk dengan tugas-tugasmu, pun aku yang berjuang menuntaskan kewajibanku. Masing-masing dari kita punya kehidupan sendiri. Toh tak semua yang kita miliki harus selalu dibagi.

Tapi, bukankah namamu yang nyatanya kuingat paling pertama saat momen bahagia? Bukankah nomor teleponmu yang biasanya segera kuhubungi ketika sedih atau kecewa melanda? Ya, karena kaulah yang selalu siap menyambutku dengan tangan terbuka. Kamu yang dengan ikhlas menyumbangkan senyum puas melihatku di. Kamu pula yang merelakan bahumu untukku bersandar kala dihantam derita putus cinta.

Aku pun mengingatmu yang tak bosan-bosan mendengarku bercerita. Kamu yang tak keberatan merelakan waktu demi menemaniku bicara tentang apa saja. Maka sahabatku, kali ini aku ingin sejenak menikmati rinduku pada “kita”.
Aku dan kamu sama-sama tak terlahir sebagai manusia sempurna. Persahabatan kita pun bukannya tanpa cacat yang kentara. Kita pernah berselisih paham, atau sering punya pendapat yang berseberangan. Tapi, nyatanya tak satu pun alasan yang lantas membuat kita saling meninggalkan.

Kau mungkin pernah kesal lantaran sifatku yang keras kepala. Kau bisa jadi uring-uringan menanggapi sikapku yang suka merajuk manja. Namun, meski sudah baik-baik mengenalku luar dalam, tak kulihat niatmu untuk mengabaikan. Kau yang paling tahu sebrengsek apa aku dulu. Dan bagaimana aku masih berjuang meninggalkan diriku yang itu. Ah, aku tahu kamu hanya akan merangkul pundakku sambil sibuk menjelaskan.
Denganmu, aku tak canggung-canggung berbagi mimpi dan rencana-rencana gila. Tentang anganku melanjutkan kuliah ke luar negeri, membangun bisnisku sendiri, hingga inginku mengirim orang tua naik haji.

Iya, memang sudah selayaknya aku bekerja dalam diam. Tanpa angan yang perlu diumbar dan cukup fokus saja mewujudkan harapan jadi kenyataan. Tapi kawan, aku butuh kamu yang tak bosan-bosan memberiku dukungan. Meski caramu memberi motivasi adalah menyebutku sebagai pecundang. Ya, aku masih terus lekat-lekat mengingat kamu yang pernah berujar.

Maka jika ditanya; siapa yang paling kupercaya? Aku bisa mantap menjawab kamulah orangnya. Cerita-ceritaku yang dijamin “aman” dibagi denganmu, karena memang kamu yang akan baik-baik menjaga lisan atas segala yang kulabeli sebagai rahasia hidupku.