Wednesday, March 27, 2019


Berberapa hari ini saya selaku penulis sudah menamatkan sebuah buku yang dimana isi keseluruhan adalah para para ahli pilsafat akal yang dimana banyak mengemukan berberapa pendapat mengenai bermacam bagai hal tentang kehidupan .

Hidup itu memang menyedihkan dan serius. Kita dibiarkan
memasuki dunia yang indah, kita bertemu satu sama lain di sini,
saling menyapa—dan berkelana bersama untuk sejenak. Lalu, kita
saling kehilangan dan lenyap dengan cara yang sama mendadaknya
dan sama tidak masuk akalnya seperti ketika kita datang."
Bahkan Descartes tidak dapat menyangkal bahwa ada interaksi
konstan antara pikiran dan badan. Selama pikiran berada di dalam
badan, Descartes yakin, ia terkait dengan otak melalui sebuah organ
otak yang dinamakannya kelenjar otak, yang di dalamnya interaksi konstan berlangsung antara `ruh' dan `materi'. Oleh karena itu, pikiran
dapat selalu dipengaruhi oleh perasaan dan nafsu yang berkaitan
dengan kebutuhan-kebutuhan badaniah. Tapi pikiran juga dapat
menjauhkan diri dari impuls-impuls `tercela' semacam itu dan
bekerja tanpa bergantung pada badan. Tujuannya adalah agar akal
dapat memegang kendali. Sebab bahkan jika aku merasakan sakit
yang amat-sangat pada hatiku, jumlah sudut dalam sebuah segi tiga
akan tetap 180 derajat. Dengan demikian, manusia mempunyai
kemampuan untuk bangkit mengatasi kebutuhan-kebutuhan badaniah
dan bertindak secara rasional. Dalam hal ini, pikiran lebih unggul
daripada badan. Kedua tungkai kita dapat menjadi tua dan lemah,
punggung dapat menjadi bungkuk dan gigi dapat tanggal—tapi dua
tambah dua akan tetap empat selama kita masih mempunyai akal.
Akal tidak menjadi bungkuk dan lemah. Badaniah yang menjadi tua.
Bagi Descartes, pikiran itu pada dasarnya adalah gagasan. Nafsu dan
perasaan yang lebih rendah tingkatannya seperti keinginan dan
kebencian lebih erat kaitannya dengan fungsi-fungsi badaniah—dan
karenanya dengan realitas perluasan."
"Spinoza mengatakan bahwa hasrat kitalah—seperti ambisi dan
nafsu syahwat—yang menghalangi kita meraih kebahagiaan dan
keselarasan sejati, tapi jika kita mengakui bahwa segala sesuatu
terjadi karena memang harus terjadi, kita akan mendapatkan
pemahaman intuitif tentang alam secara menyeluruh. Kita dapat
sampai pada kesadaran yang benar-benar jernih bahwa segala
sesuatu itu saling terkait, bahkan segala sesuatu itu adalah Satu.
Tujuannya adalah memahami semua yang ada dalam suatu persepsi
yang mencakup keseluruhan. Dengan begitu, barulah kita dapat
meraih kebahagiaan dan kepuasan sejati. Inilah yang dinamakan
Spinoza melihat segala sesuatu `sub specie aeternitatis.'"
Nah, sebagai permulaan, semua filosof yang telah Anda
bicarakan, semuanya pria. Dan kaum pria tampaknya hidup di dunia
mereka sendiri. Aku lebih tertarik pada dunia nyata, di mana ada
bunga-bunga dan binatang serta anak-anak yang dilahirkan dan
tumbuh dewasa. Para filosof Anda selalu berbicara tentang `man'
dan`human', dan kini ada risalah lain mengenai `human nature'.
Seakan-akan `human' ini seorang pria setengah baya. Maksudku,
hidup dimulai dengan kehamilan dan kelahiran, dan aku belum pernah
mendengar apa-apa tentang popok bayi atau bayi menangis sampai
sejauh ini. Dan hampir tidak pernah kudengar apa pun tentang cinta
kasih dan persahabatan."
Aku harus mengakui bahwa aku merasa sangat kompleks. Aku
sangat mudah berubah pendirian, misalnya. Dan sulit membuat
keputusan tentang segala sesuatu. Dan aku dapat menyukai sekaligus
membenci orang yang sama."
Persepsi ego sesungguhnya
merupakan suatu rangkaian panjang kesan-kesan sederhana yang tidak
pernah kita alami secara serempak. Itu `tidak lain dari seikat atau
sekumpulan persepsi yang berbeda-beda, yang kejar-mengejar satu
sama lain dengan kecepatan tak terhitung, dan terus berubah dan
bergerak' sebagaimana Hume mengungkapkannya. Pikiran adalah
`semacam panggung, di mana beberapa persepsi secara berurutan
menampilkan diri; lewat, lewat lagi, menyelinap, dan bercampur
dengan berbagai sikap dan keadaan'. Hume mengemukakan bahwa
kita tidak mempunyai `jati diri pribadi' yang menyokong kita di
bawah atau di balik persepsi-persepsi dan perasaan-perasaan yang
datang dan pergi ini. Seperti gambar di layar bioskop, berubah begitu
cepatnya sehingga kita tidak menyadari bahwa film itu terdiri dari
gambar-gambar tunggal. Dalam kenyataannya, gambar-gambar itu
tidak berkaitan. Film adalah kumpulan gambaran sesaat."

Tuesday, March 19, 2019


Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Erich Fromm dalam buku larisnya (The Art of Loving) ada lima syarat untuk mewujudkan cinta yaitu perasaan, pengenalan, tanggungjawab, perhatian dan saling menghormati.(Foto Saya berserta teman saya )

Pada kesempatan ini penulis hanya mengambil satu referensi pengertian politik yang menunjuk kepada satu segi kehidupan manusia bersama masyarakat, lebih mengarah kepada politik sebagai suatu usaha untuk memperoleh kekuasaan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan kekuasaan.

Lalu, apa itu cinta? Cinta adalah kebaikan, ketulusan, keikhlasan, dan pengorbanan. Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Erich Fromm dalam buku larisnya (The Art of Loving) ada lima syarat untuk mewujudkan cinta yaitu perasaan, pengenalan, tanggungjawab, perhatian dan saling menghormati.

Namun pada intinya cinta merupakan anugerah Ilahi yang harus disyukuri, seperti kata Khalil Gibran "Ketika cinta memanggilmu maka datanglah kepadanya walaupun sayapnya penuh dengan belati yang dapat melukaimu". Entah dari mana pemikiran tersebut namun Gibran mendeskripsikan bahwa ternyata cinta itu merupakan sebuah hal yang harus diterima, dan satu hal lagi bahwa cinta itu merupakan sesuatu yang begitu suci serta merupakan naluri setiap manusia.

Akhir-akhir ini politik sering dianggap sebagai suatu medan aktulalisasi sehingga ia hadir tanpa substansi, muncullah kemudian opini publik bahwa politik itu kotor. Simpulan semacam itu tak bisa kita elakan, karena masyarakat hanya mendefinisikan politik dari informasi yang mereka tangkap.

Seperti apatisme masyarakat demikian pula mereka yang menjadi pelaku dalam dunia politik praktis. Wajar ketika muncul sebuah keresahan terkait stigma tersebut meskipun stigma itu tak sepenuhnya benar.

Sebagai upaya untuk menyejukkan suasana seperti itu, maka ada baiknya kita melihat politik dari perspektif lain, yakni cinta. Mungkin sontak terlintas dalam benak saudara pembaca pertanyaan seputar apa hubungan cinta dan politik, dan ada apa dengan cinta?

Cinta selalu diawali dari ketertarikan yang kemudian punya komitmen bersama untuk menjalani sebuah ikatan atau hubungan dan saling menghargai, menerima dan memberi atas dasar kepercayaan dan keyakinan yang dijalani. sedangkan politisi adalah seseorang yang terlibat dalam politik bahkan ahli dalam bidangnya serta ikut dan berperan dalam pemerintahan.

Cinta dan politik memang merupakan dua hal yang berbeda, tetapi mereka terdapat kesamaan yang sering dipersoalkan yaitu janji cinta dan janji politik. Sehingga kesetiaan cinta dan politik dipertaruhkan dalam setiap episode kehidupan mereka. Jika kesetiaan itu tidak menjadi pedoman dasar dalam setiap langkah yang ditempuh di kemudian hari maka akan diakhiri dengan kekecewaan, baik itu dalam cinta maupun dalam politik yang dijanjikan oleh para politisi.

Seringkali dalam perjalanan waktu, janji hanyalah kata pemanis belaka, maka kesetiaan akan dipertaruhkan dalam episode kehidupan. Dalam cinta awalnya dibumbui dengan kata-kata manis dan janji-janji kesetiaan maka disaat terakhir pula terjadi goncangan kekecewaan bagi yang merasa dikecewakan, penyebab utama mengakhiri sebuah hubungan adalah karena tidak adanya kesetiaan dan berpegang teguh pada janji yang pernah diungkapkan kepada pasangannya.

Begitu pula dengan politisi, mereka kerap berjanji dan menyampaikan janji politik kepada masyarakat ketika mereka sedang membutuhkan masyarakat sebagai konstituen, bahkan janji kerap kali disampaikan pada saat masyarakat tidak mempertanyakan apa janjinya ketika terpilih dan duduk sebagai wakil rakyat di meja parlemen.
Akibat dari banyaknya janji yang mereka sampaikan kepada masyarakat dan mereka juga tergiur dengan kehidupan mewahnya ketika sudah berada di parlemen, dengan begitu janji politiknya pun hanya akan jadi pemanis belaka dan sebagai upaya politisi untuk mencapai kekuasaan di parlemen.

Dalam kajian politik yang paling tinggi, sepertinya cinta menempati posisi yang paling puncak. Tanpa cinta, politik akan kehilangan jati diri dan kehalusan jiwa. Cinta disini bukan seperti romantisan Drama Korea, Kisah Romeo dan Juliet maupun Kisah Lanur dan Timung Te'e, Bukan Itu! Namun cinta kepada kemanusiaan, cinta kepada rakyat, cinta kepada keadilan, cinta kepada kehidupan aman, tenteram dan sejahtera. Dan lebih penting lagi cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itulah esensialitas perjuangan seorang politisi dalam mengarungi samudra politik yang luas ini.

Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bahwa apabila kita berpolitik, maka haruslah penuh kecintaan yang tulus dan dibuktikan dengan perbuatan, kecintaan bahwa yang dilakukan semata-mata untuk pihak yang kita cintai yakni RAKYAT. Bukan hanya beretorika namun tindakan nihil, bukan cinta pribadi, kelompok maupun keluarga, kalau itu sudah jadi budaya maka hanya ada satu kata, tinggalkan!

Penulis berusaha menarik satu benang merah, dari kedua hal terpopuler tersebut diatas. Jika dilihat lebih dalam politik tersebut lebih condong pada praktisi, sedangkan cinta bersifat fitrawi, mungkin ketika keduanya digabungkan bisa melahirkan satu asimilasi yang cukup menarik seperti "POLITIK Berasaskan CINTA" karena ketika kedua hal tersebut dielaborasikan pasti dapat menghasilkan sebuah hal yang sangat menarik.

Maka mari sama-sama kita berusaha menghaluskan jiwa kita, sebab hanya pada jiwa yang bersih dan halus serta tuluslah cinta itu akan bersemayam. Agar ketika apa yang kita lakukan dalam politik sekarang dan nanti bukan karena dorongan untuk memusuhi, bukan semata-mata karena haus akan kekuasaan, mengkerdilkan atau bahkan menyerangi lawan-lawan kita secara membabi buta, akan tetapi atas dasar rasa cinta kepada rakyat dan kemanusiaan ini.

Akhirnya, semoga dalam perhelatan politik diwaktu yang akan datang, mari kita landasi semua pikiran, tindakan dan segala bentuk perbuatan kita semata-mata karena cinta. Cinta yang tulus dan sungguh-sungguh yang datang dari hati. Karena tanpa Cinta Politik itu Binasa.

Monday, March 18, 2019


Ada yang tahu tentang Theory of Happiness? Dalam ilmu psikologi, teori ini hampir sama sifatnya dengan teori kimia yang mengatakan bahwa sifat energi adalah kekal. Energi yang ada di alam semesta ini tidak akan bisa berkurang apalagi menghilang. Ia hanya dapat berpindah atau berubah bentuk.

Oke, aku tidak bermaksud membahas ilmu kimia di sini. Berkaitan dengan teori kebahagiaan tadi, persamaan sifatnya adalah kebahagiaan itu tidak bisa berkurang atau menghilang. Tapi kebahagiaan itu hanya berpindah tempat dan berubah bentuk kalau bisa dikatakan kebahagiaan itu memiliki bentuk. Tidak percaya? Sekarang kita analisa sedikit lebih mendalam ya.

Saat kamu, misalnya, jatuh cinta, menikmati hubungan yang indah dengan teman, atau mendapat pekerjaan yang diinginkan, saat itu kamu sedang mengalami yang namanya kebahagiaan. Segala hal terasa indah dan aku yakin kamu tidak akan sempat memikirkan apa akibat dari kebahagiaan yang sedang kamu alami.

Saat kamu jatuh cinta, kamu berbahagia. Tapi pernahkah kamu berpikir kebahagiaan milik siapakah yang telah terenggut hingga jatuh ke pelukanmu? Mungkin saja di saat kamu jatuh cinta, ada seseorang yang patah hati dalam waktu yang bertepatan. Bisa karena pasanganmu lebih memilih kamu daripada memilihnya, bisa karena memang cinta antara pasanganmu dan mantannya sudah kadaluarsa, dan berbagai macam alasan lainnya (kisah nyata) yang pernah penulis alami.

Atau saat kamu sedang menikmati kebahagiaan karena akhirnya mendapatkan pekerjaan yang kamu impikan, pernahkah terpikir kebahagiaan siapakah yang telah kamu miliki saat ini? Mungkin ada seseorang di sana sedang merenungi kesalahannya sehingga membuat dia dipecat dan akhirnya kehilangan pekerjaan yang sekarang sedang nyaman berada di pelukan kamu.

Tunggu dulu! Tidak usah merasa bersalah atau merasa yang gimana-gimana. Semua adalah wajar. Ini jika dipandang dari sudut ilmu psikologi . Pasti banyak pengunjung yang mampir di sini yang punya latar belakang pendidikan psikologi dan berbaik hati menjelaskan lebih detaildetail .

Hal lain yang berkaitan dengan teori kebahagiaan ini adalah tidak memiliki kehilangan. Biasanya kita merasa jatuh ke jurang paling dalam saat kehilangan sesuatu atau seseorang yang kita sayangi. Kita merasa begitu memiliki sesuatu atau seseorang itu sehingga pada saat akhirnya kita terpaksa kehilangannya kita langsung merasa dunia runtuh. Saat itu seolah-olah kebahagiaan langsung terenggut dengan paksa dari hidup kita. Sekali lagi, hal ini adalah sesuatu yang wajar sebagai respon kita as human being.

Lalu, bagaimana menyikapinya? Semua kembali kepada pikiran kita. Bagaimana kita menyetel pikiran kita untuk selalu berpikir bahwa kita tidak pernah memiliki sesuatu yang bernama kehilangan. Ini adalah hal yang berbeda dengan prinsip tidak pernah merasa memiliki jadi tidak akan merasa kehilangan. Adalah manusiawi bahwa saat kita mendapatkan sesuatu atau seseorang yang kita impikan, maka kita secara otomatis akan merasa kita harus memilikinya. Tapi saat mereka pergi dari hidup kita, maka seharusnya kita berpikir bahwa kita tidak kehilangan. Mereka hanya berpindah tempat. Susah? Pasti. Bingung? Samaaaaa.

Tanganku melepasnya walau sudah tak ada
Hatimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya

Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya

Lirik lagu di atas adalah lirik lagu yang dinyanyikan Letto. Pasti sudah pada tahu kan? Saat aku mendengarnya (thanks to my best friend who sent this lovely song  ) aku langsung tersenyum dan merasa tenang. Rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya. Jadi untuk apa merasa kehilangan? Aku memilih untuk tidak pernah merasakan kehilangan karena aku tidak pernah merasa memiliki rasa kehilangan itu, bukan karena aku tidak pernah memiliki sesuatu atau seseorang yang aku sayangi .

Jadi, buat sahabat-sahabat yang sudah meluangkan waktunya untuk mencari aku yang tiba-tiba menghilang. Jangan merasa kehilangan ya. Jangan pernah merasa pernah memiliki rasa kehilangan itu. Aku baik-baik saja. Terima kasih atas perhatiannya. Sumpah! Jadi terharu menerima banyak perhatian seperti ini, hiks *mellow mode ON. Anyway, lucky having you guys in my life .

Sunday, March 17, 2019


“Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap perpisahan pasti menyisakan luka dan kepedihan”
Suka atau tidak suka semua orang termasuk saya dan anda yang hidup didunia ini pasti mengalami hal yang satu ini, “Perpisahan”. Ya kata itu merupakan kata yang mempunyai probabilitas besar untuk terjadi pada kita semua. Dari kalimat diatas, dapat ditafsirkan bahwa perpisahan itu pasti ber-ujung pada kesediah, walaupun hanya sedikit saja. Tapi tidak semua orang berpendapat seperti kalimat yang saya tuliskan diatas.
Anda tentu yang tidak setuju pasti menyangkal kalimat saya diatas, tapi ketika anda telah mengalami suatu perpisahan yang menyedihkan perasaan anda, maka anda pasti setuju dengan apa yang saya tulis diatas. Hal perasaan setuju dan tidak setuju itu adalah perkataan naluriah atau alami dari setiap kita, dan itu merupakan cirri khas dan keistimewaan kita kita sebagai manusia untuk menyatakan perbedaan pendapat.
Tapi disini saya tidak akan menjadi hakim, yang akan menghakimi anda dalam hal pendapat yang anda pikirkan sekarang ini, tapi saya akan sedikit membuka sedikit keterbukaan anda untuk sekedar membaca paendapat saya tentang makna Perpisahan, yang mungkin akan sedikit membuat benak anda berkata ya atau tidak.
Mari kita buktikan…..
Pisah secara bahasa berarti menjauhnya jarak suatu benda dari objek yang mengenainya. Secara harfiah seolah-olah perpisahan itu hanya perpisahan sebuah benda dengan benda lain sehingga jaraknya terpaut lebih jauh dari kedudukanya semula. Tapi kalu menurut saya, mungkin jugas sebagian anda, perpisahan adalah menjauhnya suatu ikatan batin (hanya ikatan batin saja) dari seseorang terhadap seseorang lainya ataupun dengan objek yang mempengaruhi batin seseorang itu atau berpisahnya seseorang selamanya tanpa pernah bisa berkomunikasi lagi.
Ada sebuah studi kasus yang menarik tentang perpisahan, mari kita tilik bersama …..
Ikeuchi Aya, seorang gadis 15 tahun yang cantik dan penuh semangat remaja. Semangat yang besar itu telah mampu membawanya menuju cita-cita besar dirinya dan orang tuanya untuk menjadi salah satu murid salah satu sekolah SMA terkemuka di Jepang. Tapi semangat itu menjadi berwarna lain setelah dirinya divonis menderita spinocerebellar degeneration disease, suatu penyakit yang membuatnya sedikit demi sedikit mengalami kematian saraf-saraf otaknya yang mengakibatkan fungsi tubuh tidak bisa berjalan secara biasanya. Tapi warna apa yang mewarnai semangatnya?, ya kalau boleh saya pilihkan warna, maka Merahlah warna yang cocok untuk perubahan semangat yang dimiliki seorang Ikeuchi Aya. Merah bukan berarti semangat itu menjadi semacam amarah yang dapat membakar dan merepotkan orang-orang disekitanya, tapi semangat merah yang berati panas, panas yang membawa radiasi kesekitarnya yang menularkan semagat itu pada seluruh keluarga dan teman-temannya, bahkan orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Apa penyebab seseorang yang divonis sakit dan tidak dapat disembuhkan menjadi bersemnat merah itu?
Tidak lain karena seorang Ikeuchi Aya menyadari betul apa yag dinamakan perpisahan. Perpisahan antara dia, dengan keluarga tercintanya, teman-temanya dan orang-orang yang menyayanginya yang disebabkan oleh kematian. Sehingga perpisahan yang dirasakan oleh oleh Ikeuchi aya adalah perasaan untuk berguna dan menghabiskan sisa hidupnya untuk menolong dan membahagiakan orang disekitarnya. Demikian juga orang disekitarnya yang menerima radiasi semangat itu menjadi lebih membuka diri untuk selalu membuat orang lain bahagia. Ikeuchi Aya dengan buku hariannya walaupun telah meninggal 20 tahun yang lalu tetapi mampu membuat orang-orang yang sakit dengan penyakit yang sama, untuk bangkit dan bersemangat menjalani sisa hidup. ( 1 Litre of Tears )
“Perpisahan mampu membuat seseorang bangkit menjalani hidup, karena perpisahan itu sebuah kepastian sehingga sebelum perpisahan itu dating maka gunakanlah masa bersamamu itu dengan penuh kenangan bahagia”
Itulah salah satu makna perpisahan dari seorang Ikeuchi Aya, tapi lain dari Ikeuchi Aya yang tanpa sadar mampu membangkitkan semangat orang lain untuk hidup, lain juga dengan seorang manusia paling agung dan manusia paling berpengaruh sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW.
Ketika orang lain sibuk memikirkan diri sendiri atau mungkin istri dan keluarganya ketika dia sakit dan tau bahwa umur yang diberikan Tuhan kepadanya tidak panjang panjang lagi, maka beda dengan Rasulullah, peristiwa haji wada, haji terakhir yang Rasul lakukan dengan para sahabat dan pengikutnya telah mampu menjadi bukti bahwa beliau adalah tauladan yang baik dan rahmat bagi seluruh alam. Melalui khotbah Rasul pada haji wada maka kita akan dapat menyaksikan babgaimana seorang utusan tuhan yang sangat mencintai ummatnya.
Silakan anda simak sebagian dari Khutbah beliau ini :
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian ditempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh di nodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini dinegeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliah juga tidak boleh berlaku lagi…” seterusnya di Sirah Nabawi
Dari sini, anda dapat menyadari bahwa perpisahan itu tidak hanya ajang untuk bersedih hati, tapi juga ajang untuk bermuhasabah diri untuk meng-akselarasikan diri ini untuk menjadi pribadi yang baik dan lebih baik dari hari ini.
“Perpisahan akan membawa kebahagian jika kita menganggapnya sebagai pelajaran hidup. Tapi dia akan menjadi perusak pribadi jika perpisahan diartikan menjadi inisiator kemurungan dan kesedihan”
Jadi mari kita bersama-sama hilangkan kaliamat dibawah ini.
“Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap perpisahan pasti menyisakan luka dan kepedihan”
Semoga bermanfaaat


Sebuah quote, yang entah serius atau asal spontan, saya dengar di sebuah televisi. Quote yang dikeluarkan oleh lelaki sebetulnya cukup kritis di mata saya.  anda benar, Rocky Gerung. Sebelumnya beliau bilang juga, Perkawinan itu indah sebagai fiksi tapi berbahaya sebagai fakta. Pernyataan-pernyataan beliau kadang mengundang kontroversi dan katanya mesti dicermati secara filosofis sebab beliau dosen ilmu filsafat.

Tentu saja saya bukan ahli filasafat. Filsafat yang yang saya ketahui serba sekelumit. Rasanya, meliputi pengetahuan objektif, rasio universal, kodrat manusia berakal dan kehendak bebas yang rasional.  Segala sesuatu dari sudut filsafat, harus dilihat dari hal-hal tersebut. Mari kita lihat selintas, 

Pengetahuan Objektif, pengetahuan yang berasal dari pemikiran sendiri lalu dikemukakan kepada orang lain. Kemudian terdapat perbaikan perbaikan dari orang lain. Kemudian kesimpulannya bernilai benar oleh semua orang.
Rasio Universal, rasio yang dilihat dari banyak aspek dan diakui secara universal. Banyak petimbangan menilai wanita, saya kira rasio universal juga harus dikenakan saat menilai wanita.
Kodrat Manusia berakal, bagaimana perempuan dipandang dan dilihat dari kodratnya sebagai mahluk yang memiliki akal, saya kira yang menilai juga menggunakan kodratnya sebagai manusia yang memiliki akal.
Kehendak bebas yang rasional. Selintas agak bertolak belakang dengan pengetahuan objektif. Tetapi memandang perempuan dengan sudut pandang sebagai manusia yang memiliki kehendak bebas. Menurut saya, meski bebas, sebebas-bebasnya dan mungkin seenaknya tapi tetap saja harus rasional.
Setiap orang bebas berpendapat. Pendapat biasanya dipengaruhi banyak hal. Antara lain,  latar belakang (tingkat pendidikan, pengalaman, orientasi seksual, dll), lingkungan, agama dan lain sebagainya.

Apakah wanita itu hanya indah sebagai fiksi tapi berbahaya sebagai fakta...!? tentu saja dipengaruhi oleh banyak hal di atas tadi. Hanya, agak heran juga kalau ada lelaki pintar dan diamini banyak orang, yang matang usianya tapi memandang wanita sebagai mahluk berbahaya di dunia nyata.

Padahal kita semua lahir dari rahim seorang wanita. Apakah keindahan wanita hanya dirasakan di pikiran saja, di faktanya tidak melihat wanita itu sebagai mahluk indah?

Taroklah di faktanya tidak semua interaksi laki-laki dan perempuan itu menjadi indah, apakah begitu merugikan sehingga disebut berbahaya!? Entahlah.

Menurut saya, laki-laki, entah dia straight atau tidak, tidak harus suka dengan wanita untuk menjalin relasi yang indah dan tidak berbahaya dengan wanita.  Yah mungkin beliau sekadar guyon saja.

Sebetulnya, tinggal buka mata, banyak-banyak membaca wanita. Tingkatkan imajinasi dan inovasi anda. Masih mentok juga, tingkatkan IQ anda.

Benarkah wanita itu indah sebagai fiksi tapi berbahaya sebagai fakta?  Bagaimana menurutmu...? Tambahkan di komentar ya.