“Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap perpisahan pasti menyisakan luka dan kepedihan”
Suka atau tidak suka semua orang termasuk saya dan anda yang hidup didunia ini pasti mengalami hal yang satu ini, “Perpisahan”. Ya kata itu merupakan kata yang mempunyai probabilitas besar untuk terjadi pada kita semua. Dari kalimat diatas, dapat ditafsirkan bahwa perpisahan itu pasti ber-ujung pada kesediah, walaupun hanya sedikit saja. Tapi tidak semua orang berpendapat seperti kalimat yang saya tuliskan diatas.
Anda tentu yang tidak setuju pasti menyangkal kalimat saya diatas, tapi ketika anda telah mengalami suatu perpisahan yang menyedihkan perasaan anda, maka anda pasti setuju dengan apa yang saya tulis diatas. Hal perasaan setuju dan tidak setuju itu adalah perkataan naluriah atau alami dari setiap kita, dan itu merupakan cirri khas dan keistimewaan kita kita sebagai manusia untuk menyatakan perbedaan pendapat.
Tapi disini saya tidak akan menjadi hakim, yang akan menghakimi anda dalam hal pendapat yang anda pikirkan sekarang ini, tapi saya akan sedikit membuka sedikit keterbukaan anda untuk sekedar membaca paendapat saya tentang makna Perpisahan, yang mungkin akan sedikit membuat benak anda berkata ya atau tidak.
Mari kita buktikan…..
Pisah secara bahasa berarti menjauhnya jarak suatu benda dari objek yang mengenainya. Secara harfiah seolah-olah perpisahan itu hanya perpisahan sebuah benda dengan benda lain sehingga jaraknya terpaut lebih jauh dari kedudukanya semula. Tapi kalu menurut saya, mungkin jugas sebagian anda, perpisahan adalah menjauhnya suatu ikatan batin (hanya ikatan batin saja) dari seseorang terhadap seseorang lainya ataupun dengan objek yang mempengaruhi batin seseorang itu atau berpisahnya seseorang selamanya tanpa pernah bisa berkomunikasi lagi.
Ada sebuah studi kasus yang menarik tentang perpisahan, mari kita tilik bersama …..
Ikeuchi Aya, seorang gadis 15 tahun yang cantik dan penuh semangat remaja. Semangat yang besar itu telah mampu membawanya menuju cita-cita besar dirinya dan orang tuanya untuk menjadi salah satu murid salah satu sekolah SMA terkemuka di Jepang. Tapi semangat itu menjadi berwarna lain setelah dirinya divonis menderita spinocerebellar degeneration disease, suatu penyakit yang membuatnya sedikit demi sedikit mengalami kematian saraf-saraf otaknya yang mengakibatkan fungsi tubuh tidak bisa berjalan secara biasanya. Tapi warna apa yang mewarnai semangatnya?, ya kalau boleh saya pilihkan warna, maka Merahlah warna yang cocok untuk perubahan semangat yang dimiliki seorang Ikeuchi Aya. Merah bukan berarti semangat itu menjadi semacam amarah yang dapat membakar dan merepotkan orang-orang disekitanya, tapi semangat merah yang berati panas, panas yang membawa radiasi kesekitarnya yang menularkan semagat itu pada seluruh keluarga dan teman-temannya, bahkan orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Apa penyebab seseorang yang divonis sakit dan tidak dapat disembuhkan menjadi bersemnat merah itu?
Tidak lain karena seorang Ikeuchi Aya menyadari betul apa yag dinamakan perpisahan. Perpisahan antara dia, dengan keluarga tercintanya, teman-temanya dan orang-orang yang menyayanginya yang disebabkan oleh kematian. Sehingga perpisahan yang dirasakan oleh oleh Ikeuchi aya adalah perasaan untuk berguna dan menghabiskan sisa hidupnya untuk menolong dan membahagiakan orang disekitarnya. Demikian juga orang disekitarnya yang menerima radiasi semangat itu menjadi lebih membuka diri untuk selalu membuat orang lain bahagia. Ikeuchi Aya dengan buku hariannya walaupun telah meninggal 20 tahun yang lalu tetapi mampu membuat orang-orang yang sakit dengan penyakit yang sama, untuk bangkit dan bersemangat menjalani sisa hidup. ( 1 Litre of Tears )
“Perpisahan mampu membuat seseorang bangkit menjalani hidup, karena perpisahan itu sebuah kepastian sehingga sebelum perpisahan itu dating maka gunakanlah masa bersamamu itu dengan penuh kenangan bahagia”
Itulah salah satu makna perpisahan dari seorang Ikeuchi Aya, tapi lain dari Ikeuchi Aya yang tanpa sadar mampu membangkitkan semangat orang lain untuk hidup, lain juga dengan seorang manusia paling agung dan manusia paling berpengaruh sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW.
Ketika orang lain sibuk memikirkan diri sendiri atau mungkin istri dan keluarganya ketika dia sakit dan tau bahwa umur yang diberikan Tuhan kepadanya tidak panjang panjang lagi, maka beda dengan Rasulullah, peristiwa haji wada, haji terakhir yang Rasul lakukan dengan para sahabat dan pengikutnya telah mampu menjadi bukti bahwa beliau adalah tauladan yang baik dan rahmat bagi seluruh alam. Melalui khotbah Rasul pada haji wada maka kita akan dapat menyaksikan babgaimana seorang utusan tuhan yang sangat mencintai ummatnya.
Silakan anda simak sebagian dari Khutbah beliau ini :
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian ditempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh di nodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini dinegeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliah juga tidak boleh berlaku lagi…” seterusnya di Sirah Nabawi
Dari sini, anda dapat menyadari bahwa perpisahan itu tidak hanya ajang untuk bersedih hati, tapi juga ajang untuk bermuhasabah diri untuk meng-akselarasikan diri ini untuk menjadi pribadi yang baik dan lebih baik dari hari ini.
“Perpisahan akan membawa kebahagian jika kita menganggapnya sebagai pelajaran hidup. Tapi dia akan menjadi perusak pribadi jika perpisahan diartikan menjadi inisiator kemurungan dan kesedihan”
Jadi mari kita bersama-sama hilangkan kaliamat dibawah ini.
“Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap perpisahan pasti menyisakan luka dan kepedihan”
Semoga bermanfaaat