1.TENTANG SEPASANG SEPATU TUA
Sepasang sepatu tua, yang telah dihabisi waktu. Hanya bisa menunggu. Truk datang. Kemudian melemparnya ke tempat pembuangan akhir. " Betapa cepatnya, nasib berubah !" keluhnya. Bayangan tentang Mobil, Hotel dan Lantai Kantor yang licin dan ber-ac, berkali-kali datang. Menjadi kenangan yang menikam. Sepasang sepatu tua yang telah dihabisi waktu. Hanya tinggal menunggu. Tak ada prosesi, tak ada upacara. Saat tubuhnya hancur menjadi abu.
2.TENTANG SEBUAH KISAH
Dulu kunamakan dia kenangan. Saat segala warna bersatu, dalam satu kata. Cerita serupa burung, memiliki sangkar tempat kembali. " Tak perlu ada air mata, untuk mengantar sebuah kisah yang pergi!" katamu. Semuanya akan tinggal jadi sejarah. Yang menempatkan kita, sebagai tokoh yang tak pernah mereka kenali.
3. TENTANG LUKA.
Sejak kebahagiaan, jadi rebutan setiap orang. Aku jadi ingin selalu berada diantara luka. Aku ingin mengunyah pahit dengan tertawa. Melahap getir sambil menari dan memamah pedih ... sambil bernyanyi!. " Kau Mau !". " Mari kita mabuk, untuk berpesta luka !".
4.TENTANG SECANGKIR KOPI
" Mari kita undang mimpi, lewat secangkir kopi!", demikian ajakmu. Saat gerimis turun, dan kian mempersepi kota. " Kini saat yang tepat untuk memanjakan hati" kataku. Lalu gelak tawa kita pun berlarian, bersama asap. Gerimis telah reda, tapi ada gerimis lain yang kita rasa. Gerimis yang membuat mata kita sembab. Dan cangkir-cangkir yang telah kosong pun, jadi penuh dengan air mata.
5.TENTANG SEBUAH CATATAN KAKI
“ Mengapa kita selalu saja bicara tentang luka. Padahal karang demikian rapih menyembunyikan pedih !?”. Mari kita nikmati saja sisa moccacino, yang tinggal satu tegukan. Sambil mencoba mengeja, arti sebuah catatan kaki. Dalam sebuah siklus rindu yang aneh.
6.TENTANG TUJUH JANUARI
Akan selalu ada, yang tak mampu kita pahami. Dari tik-tak bunyi waktu, yang terus berlari. Usia, seumpama kumpulan kata. Dalam sebuah bait puisi yang tak sempat terbaca.
7.TENTANG OMBAK
Che!, tanpa ombak, laut akan terasa sunyi. Kita nikmati saja gemuruhnya. Selagi waktu masih mau mengerti, akan segala kegelisahan yang kita miliki. Mari kita habisi hari. Tikam dan benamkan detik-detik yang kian menyiksa. Siapa dapat memahami senyap, dibalik setiap riuh yang tak terbaca?. Atau kita akan menyerah?. Merebahkan tubuh di hamparan pasir. Sambil bernostalgia, tentang Rendra yang tergila-gila pada Lorca, tentang Goenawan Muhammad yang jatuh cinta pada Emily Dickinson, atau tentang Chairil Anwar yang tak dapat terpisahkan dari Slaerhoff. Tak perlu Che !, kita punya cerita tersendiri. Walau itu hanya sebuah misteri!.
8.TENTANG WAKTU
" Untukmu Aku tak akan lagi kehilangan Lupa! ", demikian sumpahmu. Air lalu mengajariku, untuk memaknai betapa indahnya melawan arus. Waktu jadi kado terindah untuk ditunggu. Walau tik-taknya terus menyelinap pada degup yang kian mengekalkan ragu.
9.TENTANG SEBUTIR PASIR
Siapa dapat menentang Siklus ?, Kita, sebutir pasir, dalam pusaran arus takdir ! Seribu ratap, terlalu sunyi, buat sebuah penyesalan ! Mari kita biarkan saja, nasib tercatat dalam album kelam seorang sisyphus?
10. TENTANG SEBUAH PEMILU
Di dalam bilik suara. Aku dan paku di hipnotis waktu. Keraguan menyergap, diantara sederet gambar dan ratusan nama, yang menjanjikan gula. Semuanya terasa berjarak dan tak satupun yang mampu menggerakan hati untuk berkata pasti.
Pemilu tak lebih dari sekedar rutinitas pilu, dari sebuah pesta yang tak berlampu. Tapi aku harus berada di ruang sempit yang asing ini. Melakukan sesuatu, memberikan kepercayaan yang dipaksakan.
Ada jarak antara aku dan rutinitas politik seperti itu. Yang kian lama kian menganga. Sehingga aku tak merasa peduli lagi, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Bagiku Pemilu hanyalah sebuah lampu, dari beratus-ratus lampu lainnya, yang tak satupun mampu membuat Indonesia, keluar dari wajah buramnya.
11.TENTANG SEBUAH LANGKAH
Langkah ini, awal jejak kaki, bagi setiap mimpi. Yang sempat aku gantung di pucuk-pucuk cemara hati. Derapnya, hanya Kau yang tahu. Kini dan nanti, apa bedanya?. Mari kita tebak saja teka-tekinya. Sambil menikmati secangkir Kopi.
12.TENTANG SEBUAH BERLIAN
Di gerbong kereta, yang hanya diisi aku dan sepi. Pikiran berlarian, menjangkau batas-batas yang tak terbayangkan. Aneh, aku jadi tertarik berpikir tentang diri. Suatu hal yang jarang terjadi. Manakala waktu selalu dieksploitasi untuk memanjakan raga.
13.TENTANG PELANGI
Pelangi telah kembali lengkap, warnanya. Setelah awan berlalu. " Kini telah lengkap jadi tujuh !" teriakmu. Mata kita lalu melahap pesonanya, hingga titik lengkungnya. " Sampai kapan, pelangi akan bertahan jadi penghias langit" bisikmu. " Kita rekam saja indahnya, dan disimpan di dalam hati !". Jawabku. " Apakah itu akan jadi abadi?" tanyamu. " Yang tercatat di hati, akan selalu abadi ! ".
14.TENTANG SEBUAH BUKU
Buku itu, masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Menyimpan seluruh cerita, tentang masa lalu. Aku sangat menyukai fotomu - lugu, dengan rambut sebahu-. Kini rambut di kepala kita hampir berubah kelabu. Tapi seperti janjimu. Kita akan selalu sabar, untuk membersihkan setiap debu yang mengotori buku.