Manusia itu berbeda-beda, baik watak, sikap, cara berpikir, cara bertindak hingga cara melakukan pendekatan antar manusia sungguh berbeda-beda.
Dalam lingkungan kita terkadang kita sering menemukan prilaku orang yang menghalalkan segala cara demi mencapai keinginannya. Untuk mendekati orang yang lebih besar powernya atau yang menurutnya hebat terkadang hal tak terpuji ia lakukan, ia sanjung-sanjung dan memuji secara berlebihan orang yang besar akan power dan pangkatnya dengan tujuan mendapat balasan yang menguntungkan baginya. Perilaku atau sikap yang demikian orang-orang menyebutkan cari muka atau bermuka dua. kata yang lebih halusnya "penjilat".
Taukah bahwa penjilat itu tidak mengenal setia, dia hanya memanfaatkan power dan kekuasaan orang lain demi mendapat keuntungan dan kepentingan pribadinya. jika tak lagi dibutuhkan maka ia sangat gampang mengkhianati dan berpaling ke orang baru dengan tujuan yang sama.
Mari kita membahas tentang sikap seorang "penjilat". Mungkin ada kesamaan cerita perlu kita sadari bahwa itu hanya suatu kebetulan belaka. Tidak ada niat untuk "khen keu gop, lon cuma bercerita keu awak lhieh punggong gob!". Hehe
Seorang penjilat memiliki ciri khas yang unik , bagaimana tidak! seorang penjilat akan tunduk dihadapan orang yang lebih tinggi powernya dengan cara memuja-muji. Seakan orang yang dipuji tak ada dua, sangat hebat, keren, wow..!!!. Perlu kita sadari hal yang dilakukannya hanya demi mendapatkan apa yang diharapkan.
Ingat jangan pernah pecaya pada sikap dan kata-kata pujian sang penjilat. Karena penjilat itu tidak beretika, curang, tidak loyal, bahkan dirinya tak pernah ada yang namanya sahabat sejati, semua yang dilakukannya hanya atas kepentingan dirinya. Ia juga tak segan-segan menjatuhkan orang lain dengan cara menikam dari belakang demi sebuah kepentingan pribadinya. Kita perlu mewaspadai sikap orang seperti itu dilingkungan kita sendiri.
Sahabat ku , tidak perlu menjilat untuk mengharapkan sesuatu sama orang lain. Jadilah diri sendiri, kreatif dan profesional.
Yakinlah sesuatu yang diharapkan akan datang dengan sebuah usaha. teruslah berusaha dan bedo'a serta bersyukur.
Kreatif dan profesional dalam melakukan sesuatu jauh lebih bijaksana dan sangat mulia dari pada sikap penjilat.
Saya terkaget-kaget dengan orang yang berkata demikian, “Orang yang suka cari muka itu bisa dikatakan bermuka seribu. Dia bisa bermuka manis dan ramah terhadap banyak orang, tetapi di sisi lain dia akan membuat posisi Anda menjadi jatuh, bodoh dan terpuruk di mata siapa saja”.
Setelah saya kontemplasikan lebih lanjut, ternyata orang yang cari muka itu sama dengan seorang penjilat. Kata “penjilat” bagi kita memang tidak enak, apalagi kadang ada orang yang dikatakan “menjilat pantat.” Dalam bahasa Inggris, kata penjilat memiliki beberapa makna yaitu: flatter, compliment dan adulate. Flatter itu berasal dari kata Prancis tua, flater yang berarti menyejukkan hati orang dengan kata-kata yang indah.
Compliment dari kata Latin, compleo yang berarti mengisi penuh; di sini berarti mengisi penuh dengan harapan-harapan atau menyenangkan hati. Adulate dari kata Latin adulatus yang menunjuk pada mengibas-ibaskan ekor seperti yang dilakukan oleh anjing, mengusap-usap, mengibas-ibaskan ekor sambil merayu.
Untuk kita yang pernah kenal dengan penjilat, tentunya ketiga kata (flatter, compliment dan adulate) tersebut ada benarnya juga. Ia bisa menggunakan kata yang menyejukkan hati, memuji berlebihan, menyenangkan hati dan merayu sambil mengusap-usap atasan.
Alī bin Abī Ṭālib (600 – 661) mengatakan bahwa memuji lebih dari yang seharusnya adalah penjilatan.
Seorang penjilat menggunakan kata-kata indah untuk meluluhkan hati atasan yang punya power. Dalam dunia pewayangan kita kenal dengan Patih Sengkuni (paman dari Kurawa). Dalam buku yang berjudul Mahabaratha tulisan C. Rajagopalachari menulis bahwa sakuni itu menggunakan akal bulusnya untuk merayu (to flatter) Doryudana untuk tidak melepaskan tanah sejengkal pun bagi Pandawa.
Wayang Purwa (Jogjakarta dan Surakarta), Sakuni atau Sengkuni itu berarti Saka dan Uni yang berarti: dari kata-kata. Dari kata-kata orang bisa menjilat atasannya.
Yang kita alami adalah bahwa para penjilat itu pandai memuji (to adulate) atasannya setinggi langit demi menunjukkan loyalitasnya.
Namun ironis bahwa sang atasan menganguk-anggukkan kepalanya karena senang (compliment) alias mengamini segala pujiannya itu, meskipun dalam kenyataannya tidak terjadi. Rasullulah SAW besabda bahwa menjilat bukanlah termasuk karateristik moral seorang mukmin (Kanzul Ummat, hadits 29364).
Bahkan sebenarnya budaya ini lebih dekat pada karateristik seorang munafik.
Pepatah Inggris menulis, “A rich man’s joke is always funny” – kelakar orang kaya selalu terdengar lucu. Meskipun kelakar orang kaya itu kadang tidak bermutu namun orang-orang di sekitarnya selalu tertawa, terutama mereka yang suka menjilat.
Dari pepatah tersebut, kita bisa meneraa bahwa orang-orang kaya atau pemimpin memiliki banyak yes-man. Yes-man dilukiskan sebagai orang-orang yang meng-iya-kan apa yang dikatakan atasannya. Kepalsuan tidk ada yang abadi. Suatu saat jilatannya pasti akan terbongkar. Maka benar apa yang dikatakan oleh penulis Novel: Jean Paul Richter ( 1763 – 1625), “Lebih mudah menjilat daripada memuji.
Berbahagialah orang yang tidak perlu menjilat.”
Mental yes-man itu dikritik oleh John Maxwell (lahir 1947 – ). Ia berkata, “Team yang solid bukanlah terdiri dari para yes-man, karena mereka adalah para penjilat.”
Ia mengatakan bahwa team yang positif adalah mereka yang konstruktif dan suportif tetapi kritis. Artinya bisa saja team itu saling berbeda pendapat dengan pemimpinnya tetapi dalam perbedaan itu sebenarnya sedang memberi perspektif yang berbeda (second opinion).
Kita patut mengacungi jempol kepada para raja yang otoriter karena mereka kebal dengan para penjilat.
Lihat saja Louis XIV (1638 – 1715) yang disebut juga Raja Matahari, Le Roi Soleil. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah Negara, “L’État, c’est moi.” Barangkali apa yang dikatakan oleh Raja Matahari itu merupakan kata-kata dari Niccolō Machiavelli (1469 – 1527) dalam bukunya yang berjudul The Prince. Tulisanya, “Raja adalah pemimpin mutlak.
Ia harus melarang secara mutlak usaha-saha untuk memberikan nasihat kepadanya, kecuali sang raja menghendakinya…”