Wednesday, April 3, 2019


Sebelum nya sudah saya bahas tentang  bagaimana bila seseorang hidup dalam dua dunia?

Dalam pemamparan saya tentang sebagaimana seseorang hidup di dalam dua dunia. Dunia pertama adalah dunia realita tempat dia benar-benar berpijak, dan lainnya merupakan dunia yang dibuat atas dasar alam pikirannya. Kehidupan semacam itu dapat terjadi pada gangguan jiwa psikotik, dan dari berbagai gangguan psikotik yang ada, skizofrenia adalah yang terbanyak.

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi, dan gangguan psikomotor. Penderita skizofrenia tidak dapat membedakan dia hidup dalam realita atau dalam alam pikirannya sendiri (autistik). Penyakit ini bersifat kronis, sering kambuh, dan menyebabkan penurunan fungsi yang semakin lama semakin berat bila tidak mendapatkan pertolongan medis yang adekuat.

Kita semua terpesona oleh mimpi. Orang-orang yang, seperti halnya aku sendiri yang bermimpi dengan sangat jelas seringkali memiliki pengalaman “terperangkap” dalam sebuah mimpi yang kita percayai bahwa itu nyata. Perasaan lega luar biasa yang menyertai keterjagaan memang sangat murni. Namun, aku seringkali bertanya-tanya mengapa?

Dalam hal ini kalau kita mengatakan bahwa mimpi adalah realitas, kita membuat distingsi atau perbedaan yang tegas antara pengalaman-pengalaman kita ketika terjaga dan ketika tertidur. Dapatkah kita sepenuhnya yakin bahwa “dunia mimpi” adalah ilusi, dan “dunia jaga” adalah nyata? Dapatkah bahwa yang terjadi justru sebaliknya, atau bahwa kedua dunia itu sama-sama nyata, ataupun kedua-duanya sama sekali tidak nyata? Apakah kriteria realitas yang dapat kita gunakan untuk memutuskan persoalan?

Tanggapan yang biasa adalah mengklaim bahwa mimpi adalah pengalaman pribadi, sementara dunia yang kita persepsikan ketika terjaga adalah konsisten dengan pengalaman-pengalaman yang lain. Tetapi ini tidak membantu. Aku sering menjumpai karakter-karakter mimpi dari orang yang memastikanku bahwa karakter mimpi mereka nyata, dan sama-sama mengalami pengalaman-pengalaman mimpi seperti mimpiku. Dalam kehidupan sadar, aku harus mengambil kata orang lain untuk itu, bahwa mereka betul-betul mempersepsikan sebuah dunia yang serupa dengan dunia milikku, karena aku tidak dapat betul-betul berbagi dengan pengalaman mereka.

Bagaimana aku dapat membedakan antara klaim murni dengan klaim yang dibuat oleh karakter ilusif yang cukup kompleks, tetapi tak sadar? Juga, tidak ada gunanya menunjukkan fakta bahwa mimpi seringkali tidak jelas, terputus-putus dan tidak masuk akal. Apa yang disebut dunia nyata seringkali tampaknya sama dengan keadaan setelah minum beberapa gelas anggur, atau ketika sadar dari pembiusan.
Seperti yang pernah kubaca , Plato percaya bahwa realitas itu terbagi menjadi dua wilayah.

Satu wilayah adalah dunia indra, yang mengenainya kita
hanya dapat mempunyai pengetahuan yang tidak tepat atau tidak
sempurna dengan menggunakan lima indra kita. Di dunia indra
ini, "segala sesuatu berubah" dan tidak ada yang permanen.

Dalam dunia indra ini tidak ada sesuatu yang selalu ada, yang
ada hanyalah segala sesuatu yang datang dan pergi.

Wilayah yang lain adalah dunia ide, yang mengenainya kita
dapat memiliki pengetahuan sejati dengan menggunakan akal
kita. Dunia ide ini tidak dapat ditangkap dengan indra, tetapi ide
(atau bentuk-bentuk) itu kekal dan abadi.
Menurut Plato, manusia adalah makhluk ganda.
Kita memiliki
tubuh yang "berubah" yang tidak terpisahkan dengan dunia indra, dan
tunduk pada takdir yang sama seperti segala sesuatu yang lain di
dunia ini—busa sabun, misalnya.

Semua yang kita indrai didasarkan
pada tubuh kita dan karenanya tidak dapat dipercaya. Namun, kita
juga memiliki jiwa yang abadi—dan jiwa inilah dunianya akal.

Dan, karena tidak bersifat fisik, jiwa dapat menyelidiki dunia ide.
Aku harus buru-buru menekankan bahwa Plato sedang
menggambarkan suatu jalan hidup yang ideal, sebab tidak semua
manusia membiarkan jiwanya bebas untuk memulai perjalanan ke
dunia ide, Kebanyakan orang bergantung pada "bayangan" ide di
dunia indra. Mereka melihat seekor kuda—dan kuda yang lain.

Namun, mereka tidak pernah mengerti bahwa setiap kuda itu hanyalah
tiruan yang buram. Yang dikemukakan Plato adalah jalan sang
filosof.

Plato menekankan bahwa
menggambarkan suatu jalan hidup yang ideal, sebab tidak semua
manusia membiarkan jiwanya bebas untuk memulai perjalanan ke
dunia ide, Kebanyakan orang bergantung pada "bayangan" ide di
dunia indra. Mereka melihat seekor kuda—dan kuda yang lain.

Jika kamu melihat sebuah bayang-bayang, kamu akan
mengira bahwa pasti ada sesuatu yang menimbulkan bayang-bayang
itu. Kamu melihat bayang-bayang seekor binatang. Kamu kira itu
mungkin seekor kuda, tapi kamu tidak begitu yakin. Kamu berbalik
dan melihat kuda itu sendiri—yang tentu saja benar-benar lebih indah
dan lebih tegas bentuknya daripada "bayang-bayang kuda" yang
kabur. Plato juga percaya bahwa semua fenomena alam itu
hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal.

Tapi kebanyakan orang sudah puas dengan kehidupan di tengah bayang￾bayang. Mereka tidak memikirkan apa yang membentuk bayang￾bayang itu. Mereka mengira hanya bayang-bayang itulah yang ada tanpa pernah menyadari bahwa bayang-bayang tersebut,
sesungguhnya, hanyalah bayang-bayang. Dan dengan begitu, mereka
tidak mengindahkan keabadian jiwa mereka sendiri.

Menurut Plato, tubuh manusia terdiri dari tiga bagian: kepala,
dada, dan perut. Untuk setiap bagian ini ada bagian jiwa yang terkait.

Akal terletak di kepala, kehendak terletak di dada, dan nafsu terletak
di perut. Masing-masing dari bagian jiwa ini juga memiliki cita-cita,
atau "kebajikan".

Akal mencita-citakan kebijaksanaan, Kehendak
mencita-citakan keberanian, dan Nafsu harus dikekang sehingga
kesopanan dapat ditegakkan. Hanya jika ketiga bagian itu berfungsi
bersama sebagai suatu kesatuan sajalah, kita dapat menjadi seorang
individu yang selaras atau "berbudi luhur". Di sekolah, seorang anak
pertama-tama harus belajar untuk mengendalikan nafsu mereka, lalu
ia harus mengembangkan keberanian, dan akhirnya akal akan
menuntunnya menuju kebijaksanaan.

Plato membayangkan sebuah negara yang dibangun dengan cara
persis seperti tubuh manusia yang terdiri dari tiga bagian itu. Jika
tubuh mempunyai kepala, dada, dan perut, negara mempunyai
pemimpin, pembantu, dan pekerja (para petani, misalnya).

Di sini Plato secara jelas menggunakan ilmu pengobatan Yunani sebagai
model.
Sebagaimana manusia yang sehat dan selarasm empertahankan keseimbangan dan kesederhanaan, begitu pula
negara yang "baik" ditandai dengan adanya kesadaran setiap orang
akan tempat mereka dalam keseluruhan .

Seperti setiap aspek dari filsafat Plato, filsafat politiknya ditandai
dengan rasionalisme. Terciptanya negara yang baik bergantung pada
apakah negara itu diperintah oleh akal. Sebagaimana kepala
mengatur tubuh, maka para filosoflah yang harus mengatur
masyarakat.

Menurut Aristoteles,
"bentuk" manusia terdiri dari jiwa, yang mempunyai bagian yang
menyerupai tanaman, bagian binatang, dan bagian rasional. Dan kini
kita bertanya: bagaimana mestinya kita hidup? Apa yang diperlukan
untuk menjalani kehidupan yang baik? Jawabannya: Manusia dapat
mencapai kebahagiaan dengan memanfaatkan seluruh kemampuan dan
kecakapannya.

Aristoteles berpendapat ada tiga bentuk kebahagiaan.
Bentuk pertama kebahagiaan adalah hidup senang dan nikmat. Bentuk kedua
adalah menjadi warga negara yang bebas dan bertanggung jawab.
Bentuk ketiga adalah menjadi seorang ahli pikir dan filosof.

Aristoteles selanjutnya menekankan bahwa ketiga kriteria itu harus
ada pada saat yang sama agar manusia dapat menemukan kebahagiaan
dan kepuasan. Dia menolak segala bentuk ketidakseimbangan. Jika
dia hidup pada zaman ini, dia mungkin akan mengatakan bahwa
seseorang yang hanya mengembangkan tubuhnya pasti menjalani
kehidupan yang sama tak seimbangnya dengan orang yang hanya
memanfaatkan kepalanya. Kedua ekstrem itu merupakan ungkapan
suatu cara hidup yang tidak sehat.
Hal yang sama berlaku dalam hubungan antarmanusia, yang di
dalamnya Aristoteles mendukung "Jalan Tengah".

Kita tidak bolehb ersikap pengecut dan tidak pula gegabah, tetapi berani (terlalu
sedikit keberanian berarti pengecut, terlalu banyak berarti gegabah), tidak kikir dan tidak pula boros tetapi longgar (tidak cukup longgar berarti kikir, terlalu longgar berarti boros). Hal yang sama berlaku
untuk makan. Akan berbahaya kalau kita makan terlalu sedikit, tapi juga berbahaya jika makan terlalu banyak. Etika Plato maupun Aristoteles menggemakan ajaran pengobatan Yunani hanya dengan
menjaga keseimbangan dan kesederhanaan sajalah, maka aku dapat
mencapai kehidupan yang bahagia atau "selaras".

Tuesday, April 2, 2019


Empedocles yakin bahwa ada dua kekuatan yang bekerja di alam.
Dia menyebutnya cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, dan perselisihan memisahkannya.

Apakah dia percaya pada Takdir? Dia sama sekali tidak yakin.
Tapi, dia tahu banyak orang yang percaya. Ada seorang gadis di
kelasnya yang membaca ramalan bintang dalam majalah. Namun, jika
percaya pada astrologi, mereka barangkali juga percaya pada Takdir,
sebab para ahli astrologi menyatakan bahwa posisi bintang-bintang
memengaruhi kehidupan manusia di atas Bumi.

Jika kamu percaya bahwa seekor kucing hitam yang melintasi
jalanmu berarti sial—nah, itu artinya kamu percaya pada Takdir,
bukan? Ketika dia memikirkan hal itu, beberapa contoh lain mengenai
fatalisme masuk ke benaknya. Mengapa begitu banyak orang
mengetuk-ngetuk kayu, misalnya? Dan, mengapa hari Jumat tanggal
tiga belas dianggap sebagai hari sial?  Itu pasti
karena banyak sekali orang yang percaya takhayul.
"Takhayul." Alangkah anehnya kata itu. Jika kamu percaya pada
astrologi atau hari Jumat tanggal tiga belas, itu adalah takhayul!
Siapa yang berhak menyebut kepercayaan orang lain itu takhayul?
 Democritus tidak percaya
pada takhayul. Dia adalah seorang materialis. Dia hanya percaya
pada atom dan ruang hampa.
Sophie berusaha memikirkan pertanyaan-pertanyaan dalam catatan
itu.

Socrates merasa adalah penting untuk membangun landasan yang
kuat untuk pengetahuan kita. Dia percaya bahwa landasan ini terletak
pada akal manusia. Dengan keyakinannya yang tak tergoyahkan pada
akal manusia, jelaslah bahwa dia seorang rasionalis.
Kebenaran Abadi, Keindahan Abadi,
Kebaikan Abadi.
Dalam kata pengantar untuk pelajaran ini, aku katakan bahwa
mempertanyakan proyek utama seorang filosof merupakan suatu
gagasan yang bagus. Maka kini aku bertanya: apakah masalah yang
dipikirkan Plato?
Secara ringkas, kita dapat memastikan bahwa Plato memikirkan
hubungan antara yang kekal dan abadi, di satu pihak, dan yang
"berubah", di pihak lain. (Persis seperti pada masa sebelum
Socrates, sebenarnya.)
Dan, toh dalam satu pengertian, bahkan Socrates dan kaum Sophis
disibukkan dengan hubungan antara yang kekal dan abadi, dan yang
"mengalir". Mereka tertarik pada masalah tersebut karena hal itu
berkaitan dengan moral manusia dan cita-cita atau sifat baik
masyarakat. Secara sangat ringkas, para Sophis beranggapan bahwa persepsi mengenai apa yang benar atau salah beragam dari satu
negara-kota ke negara-kota lain, dan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Jadi benar dan salah adalah sesuatu yang "mengalir".
Ini sama sekali tidak dapat diterima oleh Socrates.

 Dia percaya
akan adanya aturan-aturan yang abadi dan mutlak tentang apa yang
benar atau salah. Dengan menggunakan akal sehat, kita semua dapat
sampai pada norma-norma abadi ini, karena akal manusia
sesungguhnya kekal dan abadi

Bagaimana bila seseorang hidup dalam dua dunia? Dunia pertama adalah dunia realita tempat dia benar-benar berpijak, dan lainnya merupakan dunia yang dibuat atas dasar alam pikirannya. Kehidupan semacam itu dapat terjadi pada gangguan jiwa psikotik, dan dari berbagai gangguan psikotik yang ada, skizofrenia adalah yang terbanyak.

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi, dan gangguan psikomotor. Penderita skizofrenia tidak dapat membedakan dia hidup dalam realita atau dalam alam pikirannya sendiri (autistik). Penyakit ini bersifat kronis, sering kambuh, dan menyebabkan penurunan fungsi yang semakin lama semakin berat bila tidak mendapatkan pertolongan medis yang adekuat.

Pada awalnya skizofrenia disebut dengan “dementia precox” atau demensia dini, demensia sendiri merupakan suatu penyakit yang yang umumnya terjadi pada usia lanjut, karena penderita skizofrenia mengalami kemunduran fungsi kognisi seperti halnya demensia. Tidak hanya kognisi, pada penderita skizofrenia aspek emosi, persepsi dan tingkah laku pun ikut terganggu.

Secara statistik, skizofrenia dialami oleh 1 dari 100 populasi dunia, dan merupakan gangguan jiwa utama yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita pada angka kejadian gangguan ini, dan gejala dapat muncul pertama kali sebelum usia 25 tahun.

Sistem Dopamin dan Perubahan Struktur Otak

Genetik, infeksi saat kehamilan, ketidaksesuaian resus darah, dan tekanan sosial merupakan beberapa faktor risiko skizofrenia. Namun mekanisme penyakit dari beberapa faktor risiko tersebut hingga menjadi skizofrenia belum diketahui secara pasti.

Studi neurokimia yang mempelajari aktifitas kimia dalam otak mengungkap kelainan medis pada skizofrenia. Adalah dopamin, suatu neurotransmitter atau zat kima yang berfungsi sebagai komunikasi saraf di dalam otak, yang disudutkan pada penyakit skizofrenia. Dopamin sendiri memiliki suatu sistem yang terdiri dari jalur-jalur persyarafan untuk berkomunikasi antar area dalam otak .

Jalur yang berperan dalam skizofren adalah mesolimbik, yang menghubungkan badan sel dopamin di daerah batang otak ke suatu sistem yang berfungsi

Penderita skizofrenia dapat mengalami halusinasi baik halusinasi dengar yang berkomentar secara terus menerus terhadap diri penderita, halusinasi visual berupa visualisasi sosok manusia atau sosok lain yang sebenarnya tidak ada, ataupun halusinasi penciuman. Penderita skizofrenia akan terlihat ketakutan, kesal, gaduh gelisah, agresif, dan terganggu aktivitas sehari-hari karena halusinasi ini. mengatur fungsi emosi dan motivasi manusia yaitu sistem limbik. Aktivitas dopamin yang berlebih pada jalur ini akan menyebabkan gejala-gejala positif

pada skizofrenia. Gejala positif merupakan gejala khusus pada skizofren, termasuk didalamnya halusinasi, waham (delusion), dan gangguan fikiran.

Penderita skizofrenia juga memiliki keyakinan terhadap dirinya yang tidak berdasarkan realitas atau disebut waham (delusion). Sebagai contoh, penderita skizofrenia dapat merasakan pikirannya dapat dibaca orang lain dan curiga berlebihan, merasa seseorang akan berbuat jahat kepadanya, merasa dikendalikan oleh kekuatan dari luar, bisa mengganggap dirinya sebagai agen rahasia, superhero, ataupun lainnya yang mengenai identitas keagamaan atau politik. Penderita skizofrenia dapat saja melukai diri sendiri atau bahkan bersifat agresif terhadap orang lain, seperti melukai ataupun membunuh atas dasar waham yang dianutnya.

Jalur dopamin lain yang bertanggung jawab terhadap gangguan skizofrenia adalah mesokortikal. Keadaan patologis berupa berkurangnya aktivitas dopamin pada jalur yang menuju area korteks (kulit) prefrontal otak mengakibatkan gejala negatif pada skizofrenia. Gejala negatif merefleksikan tidak adanya fungsi yang pada orang normal ada. Contoh dari gejala ini adalah gangguan bicara, raut muka yang datar, respon emosional menumpul, apatis, penarikan diri secara sosial, dan kurangnya inisiatif atau emosi.

Sulit untuk mendeskripsikan secara detail gejala-gejala yang dialami oleh penderita skizofrenia karena bentuk, jalan, dan isi pikiran yang unik dan tidak realistik. Beberapa contoh kisah penderita skizofrenia telah diangkat ke layar lebar, seperti contohnya “Beautiful Mind”, “Shutter Island”, “The Soloist”, “The Black Swan”, dan lain sebagainya.

Selain studi neurokimia, secara anatomi terdapat beberapa perubahan struktur otak pada penderita skizofrenia. Secara umum struktur otak penderita skizofrenia mengalami penipisan atau pengurangan seperti yang digambarkan pada citra Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada gambar 2. Korteks otak penderita skizofrenia berkurang 2-5% setiap tahunnya. Berkurangnya area di thalamus dan lobus temporal otak (termasuk sistem limbik) bertanggungjawab terhadap gejala positif. Serta berkurangnya area korteks prefrontal otak akan memperparah gejala negatif dan fungsi kognisi.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Skizofrenia merupakan satu dari banyak ganguan mental. Gangguan ini sering dihubungkan dengan kondisi spiritual, metafisik serta dianggap tidak ada solusi medisnya. Pemaparan ini menjelaskan bahwa terdapat logika dan alasan medis pada skizofrenia, dan dapat diobati untuk kualitas hidup yang lebih baik.

Monday, April 1, 2019


Apakah aku jenuh dengan kesendirian?

Untuk saat ini aku sendiri pun tak tahu apa yang aku inginkan. Tentang rasa, tentang mereka, tentang cinta semua seperti bahasa sansekerta yang tak mampu aku eja. Ini bukan sekedar tentang aku yang pernah terluka, atau tentang cerita pahit yang tak pernah bisa terlupa.

Aku hanya tak lagi mudah untuk percaya. Karena setia dan rasa yang pernah aku bangun dengan tulus di balas dengan dusta dan bahagia yang aku kira nyata ternyata hanya fatamorgana. Sendiri terdengar lebih baik daripada terjebak lagi dalam permainan

Apakah aku siap untuk kembali jatuh cinta?Untuk saat ini aku sudah tak mampu lagi mendefinisikan apa itu cinta. Rasa, cinta, bahagia, setia… semuanya seperti ilalang yang mengering dan lalu terbakar dusta.

Bukan karena aku masih mencintai dia dari masa lalu atau pun terjebak dalam drama nostalgia. Aku hanya tahu bahwa hati ini jauh lebih berharga dari sebuah rasa dan aku takut kembali menyerahkan hatiku pada orang yang salah.
Cinta memang indah, tapi tidak lebih berharga dari pada bahagia.


Entahlah terkadang hidup ini bukan tentang benar atau salah, bukan melulu tentang menjadi apa yang mereka pikir semestinya. Hidup ini adalah tentang bagaimana kita menentukan pilihan yang membawa kita pada sukacita. Dan bila pilihannya antara cinta dan bahagia, pada akhirnya aku memilih untuk bahagia.

Salah satu kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang kita cintai bahagia. Kebahagiaan jenis ini levelnya lebih tinggi dari kebahagiaan yang bersifat individual. Boleh jadi, ini masuk dalam kategori kebahagiaan sosial.

Tidak gampang untuk memperoleh kebahagiaan jenis ini. Apalagi bagi mereka yang bersifat egois. Semua kebahagiaannya diukur dari kebahagiaan diri sendiri. Orang yang demikian adalah tipikal 'pemburu kebahagiaan', yang justru tidak pernah menemukan kebahagiaan...

Berumah tangga adalah sebuah cara untuk memperoleh kebahagiaan, dengan cara membahagiakan pasangan kita. Partner kita. Istri atau suami. Bisakah itu terjadi? Bisa, ketika berumah tangga dengan berbekal cinta. Bukan sekadar berburu cinta. Lho, memang apa bedanya?

Berbekal cinta, berarti kita mencintai pasangan kita. Ingin memberikan sesuatu kepada pasangan agar ia merasa bahagia. Sedangkan berburu cinta, berarti kita menginginkan untuk dicintai. Menginginkan sesuatu dari pasangan kita, sehingga kita merasa bahagia.

Menurut anda, manakah yang lebih baik? Mengejar cinta atau memberikan cinta? Mengejar kebahagiaan ataukah memberikan kebahagiaan? Mengejar kepuasan ataukah justru memberikan kepuasan? Mana yang bakal membahagiakan, yang pertama ataukah yang ke dua?

Ternyata, yang ke dua. Mengejar cinta hanya akan mendorong anda untuk berburu sesuatu yang semu belaka. Yang tidak pernah anda raih. Karena, keinginan adalah sesuatu yang tidak pernah ada habisnya. Apalagi keserakahan.

Hari ini Anda merasa memperoleh cinta dari pasangan Anda, maka berikutnya anda akan merasa tidak puas. Dan ingin memperoleh yang lebih dari itu. Sudah memperoleh lagi, berikutnya anda akan ingin lebih lagi.

Ini hampir tak ada bedanya dengan ingin mengejar kesenangan dengan cara memiliki mobil atau rumah. Ketika kita masih miskin, kita mengira akan senang memiliki mobil berharga puluhan juta rupiah. Kita berusaha mengejarnya. Lantas memperolehnya. Dan kita memang senang.

Tapi, tak berapa lama kemudian, kita menginginkan untuk memiliki mobil yang berharga ratusan juta rupiah. Mobil yang telah kita miliki itu tidak lagi menyenangkan, atau apalagi membahagiakan.

Benak kita terus menerus terisi oleh bayangan betapa senangnya memiliki mobil berharga ratusan juta rupiah. Jika kemudian kita bisa memenuhi keinginan itu, kita pun merasa senang. Tetapi, ternyata itu tidak lama. Benak kita bakal segera terisi oleh bayangan-bayangan, betapa senangnya memiliki mobil yang berharga miliaran rupiah. Begitulah seterusnya. Coba rasakan hal ini dalam kehidupan anda, maka anda akan merasakan dan membenarkannya.

Kesenangan dan kebahagiaan itu bukan anda peroleh dengan cara mengejarnya, melainkan dengan cara merasakan apa yang sudah anda miliki. Dan jika anda mensyukurinya, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya pada perubahan yang datang berikutnya.

Anda tak perlu mengejar kebahagiaan, karena anda sudah menggenggamnya. Yang perlu anda lakukan sebenarnya adalah memberikan perhatian kepada apa yang sudah anda miliki. Bukan melihat dan mengejar sesuatu yang belum anda punyai. Semakin anda memberikan perhatian kepada apa yang telah anda miliki, maka semakin terasa nikmatnya memiliki. Jadi, kuncinya bukan mengejar, melainkan memberi.

Demikian pula dalam berumah tangga. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan, caranya bukan dengan mengejar kebahagiaan itu. Melainkan dengan memberikan kebahagiaan kepada pasangan kita. Bukan mengejar cinta, melainkan memberikan cinta. Bukan mengejar kepuasan, melainkan memberikan kepuasan.

Maka anda bakal memperoleh kebahagiaan itu dari dua arah. Yang pertama, anda akan memperolehnya dari pasangan anda. Karena merasa dibahagiakan, ia akan membalas memberikan kebahagiaan.

Yang ke dua, kebahagiaan itu bakal muncul dari dalam diri anda sendiri. Ketika kita berhasil memberikan kepuasan kepada pasangan kita, maka kita bakal merasa puas. Ketika berhasil memberikan kesenangan kepada partner kita, maka kita pun merasa senang. Dan ketika kita berhasil memberikan kebahagiaan kepada istri atau suami kita, maka kita pun merasa bahagia.

Ini, nikmatnya bukan main. Jumlah dan kualitasnya terserah anda. Ingin lebih bahagia, maka bahagiakanlah pasangan anda. Ingin lebih senang, maka senangkanlah pasangan anda lebih banyak lagi. Dan, anda ingin lebih puas? Maka puaskanlah pasangan anda dengan kepuasan yang lebih banyak. Anda pun bakal merasa semakin puas. Terserah anda, minta kesenangan, kepuasan, atau pun kebahagiaan sebesar apa. Karena kuncinya ada di tangan anda sendiri. Semakin banyak memberi semakin nikmat rasanya.

Anda yang terbiasa egois dan mengukur kebahagiaan dari kesenangan pribadi, akan perlu waktu untuk menyelami dan merenungkan kalimat-kalimat di atas.

Contoh yang lebih konkret adalah perkawinan dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Perkawinan semacam ini sungguh membuat menderita pihak yang tidak mencintai. Padahal ia dicintai. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh pasangannya. Katakanlah ia pihak wanita.

Segala kebutuhan sang wanita selalu dipenuhi oleh suaminya. Rumah ada. Mobil tersedia. Pakaian, perhiasan, dan segala kebutuhan semuanya tercukupi. Tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Kenapa? Karena tidak ada cinta di hatinya.

Sebaliknya, sang suami merasa bahagia, karena ia mencintai istrinya. Ia merasa senang dan puas ketika bisa membelikan rumah. Ia juga merasa senang dan puas ketika bisa membelikan mobil.

Dan ia senang serta puas ketika bisa memenuhi segala kebutuhan istri yang dicintainya itu. Semakin cinta ia, dan semakin banyak ia memberikan kepada istrinya, maka semakin bahagialah sang suami. Kalau ia benar-benar cinta kepada istrinya, maka ukuran kebahagiaannya berada pada kebahagiaan si istri. Jika istrinya bahagia, ia pun merasa bahagia. Jika istrinya menderita, maka ia pun merasa menderita.

Akan berbeda halnya, jika si suami tidak mencintai istri. Ia sekadar menuntut istrinya agar mencintainya. Memberikan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan kepadanya. Ketika semua itu tidak sesuai dengan keinginannya, maka ia bakal selalu merasa tidak bahagia. Tidak terpuaskan.

Sebaliknya, jika istri tersebut kemudian bisa mencintai suaminya - karena kebaikan yang diberikan terus menerus kepadanya - maka si istri itu justru bakal bisa memperoleh kebahagiaan karenanya.

Pelayanan yang tadinya dilakukan dengan terpaksa terhadap suaminya, kini berganti dengan rasa ikhlas dan cinta. Tiba-tiba saja dia merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terkira.

Kalau dulu ia memasakkan suami dengan rasa enggan dan terpaksa, misalnya, kini ia melakukan dengan senang hati dan berbunga-bunga. Kalau dulu ia merasa tersiksa ketika melayani suami di tempat tidur, kini ia merasakan cinta yang membara.

Ya, tiba-tiba saja semuanya jadi terasa berbeda. Penuh nikmat dan bahagia. Padahal seluruh aktivitas yang dia lakukan sama saja. Apakah yang membedakannya? Rasa cinta!

Ketika ‘berbekal cinta’, semakin banyak ia memberi, semakin banyak pula rasa bahagia yang diperolehnya. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa yang bahagia itu sebenarnya bukanlah orang yang dicintai, melainkan orang yang mencintai. Orang yang sedang jatuh cinta...

Karena itu keliru kalau kita ingin dicintai. Yang harus kita lakukan adalah mencintai pasangan. Semakin besar cinta kita kepadanya, semakin bahagia pula kita karenanya. Dan yang ke dua, semakin banyak kita memberi untuk kebahagiaan dia, maka semakin bahagialah kita...

Begitulah mestinya rumah tangga kita. Bukan saling menuntut untuk dibahagiakan, melainkan saling memberi untuk membahagiakan. Karena di situlah kunci kebahagiaan yang sebenar-benarnya memberikan kebahagiaan.

Siapa yang mengetahui isi hati seseorang?
siapa yang dapat menyelami seberapa dalamnya hati seseorang? Bila kita melihat seseorang tersenyum apakah dia benar-benar bahagia?
Bila seseorang menangis adakah itu bererti dia sedang bersedih? adakah kenyataannya seperti yang kita lihat?
Hati, tidak ada seorangpun yang mampu menerka dengan pasti sedalam mananya hati kita sendiri, kadangkala kita tidak dapat memahami apa yang ada di dalam hati.
 Apa yang dilihat di luar belum tentu itu mencerminkan apa yang ada di dalam hati.  Bukan bererti perlu hipokrit tetapi kadang kadang orang lain tidak perlu tahu apa yang sebenarnya kita rasakan saat itu.
Apabila kita bahagia tidak perlu kita memperlihatkan kebahagian itu secara berlebihan kepada orang lain. Ketika kita bersedih tidak perlu juga mereka mengetahui seberapa sakit yang menimpa kita hingga membuat kita bersedih.
Begitu juga ketika hati kita merasa jengkel, jangan sampai orang lain kena getahnya.
Cukuplah kita sendiri yang mengetahuinya dan Allahlah tempat kita menumpahkan segala rasa yang ada di hati, hanya Allah tempat kita mengadu, tempat kita berserah diri.
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Waktu ini, disuatu tempat ada hati yang begitu bahagia, seolah – olah  ia ingin tersenyum setiap saat.
Ya, di sana ada hati yang berbunga-bunga karena akan memiliki apa yang sangat dia harapkan selama ini, dia sedang menunggu hari besar dalam hidupnya.
Saya dapat membayangkan bagaimana hati yang dipenuhi dengan kebahagiaan, kesenangan dan suka cita.
Tetapi sebaliknya, disini ada hati yang terluka kerananya, sedih kerana kebahagiaan yang dirasakan olehnya.
Tahukah dia bahawa ada hati yang sakit disaat dia sedang merasakan kebahagiaan yang sempurna?
Tahukah dia bahwa ada seseorang ingin menangis ketika dia tersenyum dan ketawa?
Senyum kita masih ada, tawa kita kadang masih terlihat dan gurauan itu juga masih kita berikan kepada setiap orang di dekat kita, tidak ada yang tahu bahawa disebalik apa yang mereka lihat dari mimik wajah & tingkah laku kita sebenarnya kita sedang terluka.
Kita ingin menangis saat itu, tetapi tidak ada yang tahu tentang itu.
Hanya Allah dan kita sahaja  yang mengetahui dalam hati, hanya Allah tempat kita mengembalikan semua rasa di dalam hati, hanya Allah pengubat sakit & lara hati ini.
Hanya  dengan mengingat Allahlah kita berusaha menenangkan hati ini ketika kebahagiaan seseorang  merenggut kebahagian kita, ketika tidak ada seorangpun yang memahami perasaan dalam hati kita.
Subhanallah walhamdulillah walailahaillallah wallahuakbar walahaulawalaquwataillabillah rangkaian kalimat ini yang membasahi bibir kita, menggetarkan hati yang sedang kita pupuk kembali, menemani butiran air yang menitis dari kelopak mata.
Sabda Rasulullah Perbanyakkanlah membaca La Haula Wala Quwwata Illa Billah kerana sesungguhnya bacaan ini adalah obat bagi 99 penyakit, yang mana penyakit paling ringan adalah kebimbangan” (Riwayat Al-Uqaili melalui jabir r.a.)
 Hasbunallahu wa ni’mal wakiil ni’mal maula mani’man nashir
Ya Rabb…
Semua datangnya dari Engkau dan semua akan kembali kepada Engkau, maka aku serahkan semua rasa ini kepadaMu Ya Rabb…
Kuatkanlah aku menghadapi setiap ujian yang Engkau berikan, Ikhlaskanlah hati aku untuk menerima setiap takdir yang Engkau tuliskan kepada aku.
Hanya Engkau Ya Rabb yang mengetahui dengan benar dalamnya hati aku maka aku memohon tuntunlah diri ini untuk tetap berada dalam kebenaranMu Amin Allahumma Amin