Monday, April 1, 2019


Apakah aku jenuh dengan kesendirian?

Untuk saat ini aku sendiri pun tak tahu apa yang aku inginkan. Tentang rasa, tentang mereka, tentang cinta semua seperti bahasa sansekerta yang tak mampu aku eja. Ini bukan sekedar tentang aku yang pernah terluka, atau tentang cerita pahit yang tak pernah bisa terlupa.

Aku hanya tak lagi mudah untuk percaya. Karena setia dan rasa yang pernah aku bangun dengan tulus di balas dengan dusta dan bahagia yang aku kira nyata ternyata hanya fatamorgana. Sendiri terdengar lebih baik daripada terjebak lagi dalam permainan

Apakah aku siap untuk kembali jatuh cinta?Untuk saat ini aku sudah tak mampu lagi mendefinisikan apa itu cinta. Rasa, cinta, bahagia, setia… semuanya seperti ilalang yang mengering dan lalu terbakar dusta.

Bukan karena aku masih mencintai dia dari masa lalu atau pun terjebak dalam drama nostalgia. Aku hanya tahu bahwa hati ini jauh lebih berharga dari sebuah rasa dan aku takut kembali menyerahkan hatiku pada orang yang salah.
Cinta memang indah, tapi tidak lebih berharga dari pada bahagia.


Entahlah terkadang hidup ini bukan tentang benar atau salah, bukan melulu tentang menjadi apa yang mereka pikir semestinya. Hidup ini adalah tentang bagaimana kita menentukan pilihan yang membawa kita pada sukacita. Dan bila pilihannya antara cinta dan bahagia, pada akhirnya aku memilih untuk bahagia.

Salah satu kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang kita cintai bahagia. Kebahagiaan jenis ini levelnya lebih tinggi dari kebahagiaan yang bersifat individual. Boleh jadi, ini masuk dalam kategori kebahagiaan sosial.

Tidak gampang untuk memperoleh kebahagiaan jenis ini. Apalagi bagi mereka yang bersifat egois. Semua kebahagiaannya diukur dari kebahagiaan diri sendiri. Orang yang demikian adalah tipikal 'pemburu kebahagiaan', yang justru tidak pernah menemukan kebahagiaan...

Berumah tangga adalah sebuah cara untuk memperoleh kebahagiaan, dengan cara membahagiakan pasangan kita. Partner kita. Istri atau suami. Bisakah itu terjadi? Bisa, ketika berumah tangga dengan berbekal cinta. Bukan sekadar berburu cinta. Lho, memang apa bedanya?

Berbekal cinta, berarti kita mencintai pasangan kita. Ingin memberikan sesuatu kepada pasangan agar ia merasa bahagia. Sedangkan berburu cinta, berarti kita menginginkan untuk dicintai. Menginginkan sesuatu dari pasangan kita, sehingga kita merasa bahagia.

Menurut anda, manakah yang lebih baik? Mengejar cinta atau memberikan cinta? Mengejar kebahagiaan ataukah memberikan kebahagiaan? Mengejar kepuasan ataukah justru memberikan kepuasan? Mana yang bakal membahagiakan, yang pertama ataukah yang ke dua?

Ternyata, yang ke dua. Mengejar cinta hanya akan mendorong anda untuk berburu sesuatu yang semu belaka. Yang tidak pernah anda raih. Karena, keinginan adalah sesuatu yang tidak pernah ada habisnya. Apalagi keserakahan.

Hari ini Anda merasa memperoleh cinta dari pasangan Anda, maka berikutnya anda akan merasa tidak puas. Dan ingin memperoleh yang lebih dari itu. Sudah memperoleh lagi, berikutnya anda akan ingin lebih lagi.

Ini hampir tak ada bedanya dengan ingin mengejar kesenangan dengan cara memiliki mobil atau rumah. Ketika kita masih miskin, kita mengira akan senang memiliki mobil berharga puluhan juta rupiah. Kita berusaha mengejarnya. Lantas memperolehnya. Dan kita memang senang.

Tapi, tak berapa lama kemudian, kita menginginkan untuk memiliki mobil yang berharga ratusan juta rupiah. Mobil yang telah kita miliki itu tidak lagi menyenangkan, atau apalagi membahagiakan.

Benak kita terus menerus terisi oleh bayangan betapa senangnya memiliki mobil berharga ratusan juta rupiah. Jika kemudian kita bisa memenuhi keinginan itu, kita pun merasa senang. Tetapi, ternyata itu tidak lama. Benak kita bakal segera terisi oleh bayangan-bayangan, betapa senangnya memiliki mobil yang berharga miliaran rupiah. Begitulah seterusnya. Coba rasakan hal ini dalam kehidupan anda, maka anda akan merasakan dan membenarkannya.

Kesenangan dan kebahagiaan itu bukan anda peroleh dengan cara mengejarnya, melainkan dengan cara merasakan apa yang sudah anda miliki. Dan jika anda mensyukurinya, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya pada perubahan yang datang berikutnya.

Anda tak perlu mengejar kebahagiaan, karena anda sudah menggenggamnya. Yang perlu anda lakukan sebenarnya adalah memberikan perhatian kepada apa yang sudah anda miliki. Bukan melihat dan mengejar sesuatu yang belum anda punyai. Semakin anda memberikan perhatian kepada apa yang telah anda miliki, maka semakin terasa nikmatnya memiliki. Jadi, kuncinya bukan mengejar, melainkan memberi.

Demikian pula dalam berumah tangga. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan, caranya bukan dengan mengejar kebahagiaan itu. Melainkan dengan memberikan kebahagiaan kepada pasangan kita. Bukan mengejar cinta, melainkan memberikan cinta. Bukan mengejar kepuasan, melainkan memberikan kepuasan.

Maka anda bakal memperoleh kebahagiaan itu dari dua arah. Yang pertama, anda akan memperolehnya dari pasangan anda. Karena merasa dibahagiakan, ia akan membalas memberikan kebahagiaan.

Yang ke dua, kebahagiaan itu bakal muncul dari dalam diri anda sendiri. Ketika kita berhasil memberikan kepuasan kepada pasangan kita, maka kita bakal merasa puas. Ketika berhasil memberikan kesenangan kepada partner kita, maka kita pun merasa senang. Dan ketika kita berhasil memberikan kebahagiaan kepada istri atau suami kita, maka kita pun merasa bahagia.

Ini, nikmatnya bukan main. Jumlah dan kualitasnya terserah anda. Ingin lebih bahagia, maka bahagiakanlah pasangan anda. Ingin lebih senang, maka senangkanlah pasangan anda lebih banyak lagi. Dan, anda ingin lebih puas? Maka puaskanlah pasangan anda dengan kepuasan yang lebih banyak. Anda pun bakal merasa semakin puas. Terserah anda, minta kesenangan, kepuasan, atau pun kebahagiaan sebesar apa. Karena kuncinya ada di tangan anda sendiri. Semakin banyak memberi semakin nikmat rasanya.

Anda yang terbiasa egois dan mengukur kebahagiaan dari kesenangan pribadi, akan perlu waktu untuk menyelami dan merenungkan kalimat-kalimat di atas.

Contoh yang lebih konkret adalah perkawinan dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Perkawinan semacam ini sungguh membuat menderita pihak yang tidak mencintai. Padahal ia dicintai. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh pasangannya. Katakanlah ia pihak wanita.

Segala kebutuhan sang wanita selalu dipenuhi oleh suaminya. Rumah ada. Mobil tersedia. Pakaian, perhiasan, dan segala kebutuhan semuanya tercukupi. Tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Kenapa? Karena tidak ada cinta di hatinya.

Sebaliknya, sang suami merasa bahagia, karena ia mencintai istrinya. Ia merasa senang dan puas ketika bisa membelikan rumah. Ia juga merasa senang dan puas ketika bisa membelikan mobil.

Dan ia senang serta puas ketika bisa memenuhi segala kebutuhan istri yang dicintainya itu. Semakin cinta ia, dan semakin banyak ia memberikan kepada istrinya, maka semakin bahagialah sang suami. Kalau ia benar-benar cinta kepada istrinya, maka ukuran kebahagiaannya berada pada kebahagiaan si istri. Jika istrinya bahagia, ia pun merasa bahagia. Jika istrinya menderita, maka ia pun merasa menderita.

Akan berbeda halnya, jika si suami tidak mencintai istri. Ia sekadar menuntut istrinya agar mencintainya. Memberikan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan kepadanya. Ketika semua itu tidak sesuai dengan keinginannya, maka ia bakal selalu merasa tidak bahagia. Tidak terpuaskan.

Sebaliknya, jika istri tersebut kemudian bisa mencintai suaminya - karena kebaikan yang diberikan terus menerus kepadanya - maka si istri itu justru bakal bisa memperoleh kebahagiaan karenanya.

Pelayanan yang tadinya dilakukan dengan terpaksa terhadap suaminya, kini berganti dengan rasa ikhlas dan cinta. Tiba-tiba saja dia merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terkira.

Kalau dulu ia memasakkan suami dengan rasa enggan dan terpaksa, misalnya, kini ia melakukan dengan senang hati dan berbunga-bunga. Kalau dulu ia merasa tersiksa ketika melayani suami di tempat tidur, kini ia merasakan cinta yang membara.

Ya, tiba-tiba saja semuanya jadi terasa berbeda. Penuh nikmat dan bahagia. Padahal seluruh aktivitas yang dia lakukan sama saja. Apakah yang membedakannya? Rasa cinta!

Ketika ‘berbekal cinta’, semakin banyak ia memberi, semakin banyak pula rasa bahagia yang diperolehnya. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa yang bahagia itu sebenarnya bukanlah orang yang dicintai, melainkan orang yang mencintai. Orang yang sedang jatuh cinta...

Karena itu keliru kalau kita ingin dicintai. Yang harus kita lakukan adalah mencintai pasangan. Semakin besar cinta kita kepadanya, semakin bahagia pula kita karenanya. Dan yang ke dua, semakin banyak kita memberi untuk kebahagiaan dia, maka semakin bahagialah kita...

Begitulah mestinya rumah tangga kita. Bukan saling menuntut untuk dibahagiakan, melainkan saling memberi untuk membahagiakan. Karena di situlah kunci kebahagiaan yang sebenar-benarnya memberikan kebahagiaan.

Siapa yang mengetahui isi hati seseorang?
siapa yang dapat menyelami seberapa dalamnya hati seseorang? Bila kita melihat seseorang tersenyum apakah dia benar-benar bahagia?
Bila seseorang menangis adakah itu bererti dia sedang bersedih? adakah kenyataannya seperti yang kita lihat?
Hati, tidak ada seorangpun yang mampu menerka dengan pasti sedalam mananya hati kita sendiri, kadangkala kita tidak dapat memahami apa yang ada di dalam hati.
 Apa yang dilihat di luar belum tentu itu mencerminkan apa yang ada di dalam hati.  Bukan bererti perlu hipokrit tetapi kadang kadang orang lain tidak perlu tahu apa yang sebenarnya kita rasakan saat itu.
Apabila kita bahagia tidak perlu kita memperlihatkan kebahagian itu secara berlebihan kepada orang lain. Ketika kita bersedih tidak perlu juga mereka mengetahui seberapa sakit yang menimpa kita hingga membuat kita bersedih.
Begitu juga ketika hati kita merasa jengkel, jangan sampai orang lain kena getahnya.
Cukuplah kita sendiri yang mengetahuinya dan Allahlah tempat kita menumpahkan segala rasa yang ada di hati, hanya Allah tempat kita mengadu, tempat kita berserah diri.
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Waktu ini, disuatu tempat ada hati yang begitu bahagia, seolah – olah  ia ingin tersenyum setiap saat.
Ya, di sana ada hati yang berbunga-bunga karena akan memiliki apa yang sangat dia harapkan selama ini, dia sedang menunggu hari besar dalam hidupnya.
Saya dapat membayangkan bagaimana hati yang dipenuhi dengan kebahagiaan, kesenangan dan suka cita.
Tetapi sebaliknya, disini ada hati yang terluka kerananya, sedih kerana kebahagiaan yang dirasakan olehnya.
Tahukah dia bahawa ada hati yang sakit disaat dia sedang merasakan kebahagiaan yang sempurna?
Tahukah dia bahwa ada seseorang ingin menangis ketika dia tersenyum dan ketawa?
Senyum kita masih ada, tawa kita kadang masih terlihat dan gurauan itu juga masih kita berikan kepada setiap orang di dekat kita, tidak ada yang tahu bahawa disebalik apa yang mereka lihat dari mimik wajah & tingkah laku kita sebenarnya kita sedang terluka.
Kita ingin menangis saat itu, tetapi tidak ada yang tahu tentang itu.
Hanya Allah dan kita sahaja  yang mengetahui dalam hati, hanya Allah tempat kita mengembalikan semua rasa di dalam hati, hanya Allah pengubat sakit & lara hati ini.
Hanya  dengan mengingat Allahlah kita berusaha menenangkan hati ini ketika kebahagiaan seseorang  merenggut kebahagian kita, ketika tidak ada seorangpun yang memahami perasaan dalam hati kita.
Subhanallah walhamdulillah walailahaillallah wallahuakbar walahaulawalaquwataillabillah rangkaian kalimat ini yang membasahi bibir kita, menggetarkan hati yang sedang kita pupuk kembali, menemani butiran air yang menitis dari kelopak mata.
Sabda Rasulullah Perbanyakkanlah membaca La Haula Wala Quwwata Illa Billah kerana sesungguhnya bacaan ini adalah obat bagi 99 penyakit, yang mana penyakit paling ringan adalah kebimbangan” (Riwayat Al-Uqaili melalui jabir r.a.)
 Hasbunallahu wa ni’mal wakiil ni’mal maula mani’man nashir
Ya Rabb…
Semua datangnya dari Engkau dan semua akan kembali kepada Engkau, maka aku serahkan semua rasa ini kepadaMu Ya Rabb…
Kuatkanlah aku menghadapi setiap ujian yang Engkau berikan, Ikhlaskanlah hati aku untuk menerima setiap takdir yang Engkau tuliskan kepada aku.
Hanya Engkau Ya Rabb yang mengetahui dengan benar dalamnya hati aku maka aku memohon tuntunlah diri ini untuk tetap berada dalam kebenaranMu Amin Allahumma Amin

Jika sejarah Bung Karno kerap dikerumuni mitos, maka sejarah Tan Malaka (selanjutnya “Tan”) berselimut stigma. Dua ornamen yang seharusnya absen dari sejarah.
Tan mungkin adalah founding father yang kerap ditempatkan bukan di mana ia memilih untuk berdiri. Terlebih ketika kita berbicara tentang Tan dan Islam. “Ia komunis dan karena itu ia anti-Islam dan ateis,” begitu stigma yang acap dilekatkan padanya.
Di zaman ketika Tan hidup dan berjuang, komunisme merupakan salah satu kekuatan utama dunia. Posisi komunis di dunia saat itu memang anti-agama, meski sebenarnya belum tentu Islam termasuk dalam kategori dibenci. Sebab, paradigma anti-agama ala komunis saat itu diposisikan di atas diktum “agama adalah candu”-nya Karl Marx.
Dan, seperti kita tahu, diktum itu muncul dari kekesalan Marx pada otoritas Gereja yang dianggap tak berpihak pada perjuangan kaum tertindas di zamannya. Adapun Islam, misalnya dalam tesis Ali Syariati, justru adalah kekuatan bagi kaum tertindas (musthad’afin) dengan inspirasi sahabat Nabi: Abu Dzar al-Ghifari. Dan, dalam konteks ini, Tan tampaknya satu irisan dengan Syariati.
Dalam Kongres Komunis Internasional ke-4, 12 November 1922, Tan berdiri di depan khalayak kongres, berpidato tentang “Komunisme dan Pan-Islamisme”. Sebuah pidato yang, entah kenapa, bisa terdengar sama-sama “sumbang” di telinga para anggota organisasi komunis dunia atau Komunisme Internasional sekaligus kalangan Muslim. Hingga, seperti dikatakan sejarawan Anhar Gonggong, karena pidato itu, ia dipecat dari Komunisme Internasional dan dibenci Muslim.
“… Ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim, karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia! Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami,” itulah pernyataan Tan yang paling digaris bawahi dalam pidatonya itu.
Tan besar dalam lingkungan Muslim yang taat. “Saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Ibu Bapak saya keduanya taat dan orang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi, ”katanya dalam Islam dalam Tinjauan Madilog (1948).
Ia memilih untuk bersikap jujur terhadap Islam. Ia tentu seorang komunis. Namun, ia tak anti-Islam. Ia bahkan pernah menaruh harapan pada Pan-Islamisme di belakang “gerbong” Sarekat Islam. Jalan komunis dan Islam tentu berbeda, tapi baginya cita-cita Republik Indonesia mempertemukan keduanya.
Keduanya juga sama-sama berbahan bakar kaum tertindas. “Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis,” katanya. Sebab, Indonesia merdeka sebagai “Republik” adalah inti gagasan Tan yang ditelurkannya sejak 1922 dalam Naar de Republiek. Dan Tan percaya bahwa yang menceraikan keduanya bukanlah lantaran jalan yang berbeda antar keduanya, tapi karena propaganda politik semata.
Maka, ketika berbicara tentang Tan dan Islam, kita harus jujur, juga jernih. Kita harus melepaskan benak dari stigma propagandis bentukan rezim politik mana pun. Politik selalu mengalami kesulitan untuk bersikap jujur terhadap sejarah. Hingga, konon, tak ada sejarah yang sebenarnya, yang ada adalah sejarah rezim ini dan rezim itu.
Bahwa nantinya kita memilih untuk bersikap benci atau suka, kritis atau apresiatif, dan seterusnya atas Tan dan semua tentangnya, itu benar-benar hak kita masing-masing. Selama ia muncul dari kejernihan dan kejujuran, itu harus dihargai, juga dihormati.
Begitulah memang nasib setiap orang, apalagi tokoh. Ketika ia menyampaikan gagasan atau telah mati, ia menjadi “milik” publik untuk dinilai sesuai perspektif masing-masing. Namun, yang jelas, bahwa Tan ikut berjuang–dengan gagasan maupun perlawanan, itu tak boleh dilupakan, apalagi dihapus dari sejarah bangsa ini.
Kita tentu tak ingin jadi pembaca atau penulis sejarah yang justru dikutuk oleh sejarah.

Friday, March 29, 2019


Janganlah Kalian Bermain-main Di Negeri Kami Para Jesuit's Kalian Sudah Terlalu lama Mencoba Membelah Bangsa Ini Kalian Berlindung Di Bawah Bendera Agama Tapi Saya Tahu Itu Hanyalah Topeng Untuk Melancarkan Operasi Kalian, Karena Kalian Memang Lembaga Intelijen Terbesar Yang Pernah ada Di dunia, Dengan Tujuan Membentuk Tatanan Dunia Baru ( The New World Order) dan Menghapus Seluruh Agama Di Dunia.

Kalian Jugalah Yang Menciptakan Ideologi Komunisme dan Kapitalisme Karena Keduanya Dilahirkan Dari rahim Yang Sama, seperti Layaknya Syi'ah dan Komunisme dilahirkan dari Rahim Yang sama dengan Ibu kandungnya Bernama Yahudi.

Saya Harap Saya dan kita dan Kalian Para Millenial Generasi Penerus Bangsa, Belajarlah Sejarah, Gali-lah Informasi Sebanyak-banyak-nya, Agar kalian Paham Dengan situasi kondisi negara saat ini, yg admin posting ini bukalah sebuah provokasi, tapi hanya ingin memberikan Referensi agar kalian Bisa Mau Belajar Sejarah dan belajar tentang Konspirasi Elite Global, Agar kedepannya Kita Bisa waspada dan mampu menjaga Keutuhan Bangsa kita.

Hanya di era kepemimpinan sekarang semua terbelah hanya Karena Pilihan Politik. Jika Ingin menemukan Sebuah Fakta, carilah dari dua sisi agar kita bisa menemukan Kebenaran Yang Hakiki.

Kita di benturkan dan di adu domba layaknya permainan yang mereka tertawa melihat kita beradu otak saling menjatuhkan sesama anak bangsa , Tidak inggatinggatkah kalian pada sejarah Singapore bagaimana kata Perdana Mentri Lee Kwan Ywee " Kalian tak mungkin melawan PRIBUMI dengan SENJATA tapi kalian bisa MENGALAHKAN mereka dengan STRATEGI ADU DOMBA seperti kami menguasai SINGAPURA ".

Dengan begitu sebuah negara akan hancur dengan ketidaksetabilan warga negara yang saling berbenturan ketika kau sudah hancur mereka akan mentertawai kita dengan begitu bahagia dan mampu menguasai negara kita .

Dan mereka akan berkata dengan kesuksesan merebut sebuah negara
CARILAH ORANG ORANG YANG MUNAFIK KARENA MEREKA DAPAT KAU BAYAR 

Thursday, March 28, 2019


Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak merubah apa-apa. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain.
Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan jujur dan total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri—satu-satunya hal yang membuat kita ada.
Apalah yang bisa pasti dari perasaan manusia
Setiap hari ada senja, tapi tidak setiap senja adalah senja keemasan, dan setiap senja keemasan itu tidaklah selalu sama….
Aku selalu membayangkan ada sebuah Negeri Senja, dimana langit selalu merah keemas-emasan dan setiap orang di negeri itu lalu lalang dalam siluet.
Dalam bayanganku Negeri Senja itu tak pernah mengalami malam, tak pernah mengalami pagi dan tak pernah mengalami siang.
Senja adalah abadi di Negeri Senja, matahari selalu dalam keadaan merah membara dan siap terbenam tapi tak pernah terbenam, sehingga seluruh dinding gedung, tembok gang, dan kaca-kaca jendela berkilat selalu kemerah-merahan.
Orang-orang bisa terus-menerus berada di pantai selama-lamanya, dan orang-orang bisa terus-menerus minum kopi sambil memandang langit semburat yang keemas-emasan. Kebahagiaan terus-menerus bertebaran di Negeri Senja seolah-olah tidak akan pernah berubah lagi
Dunia ini penuh dengan keajaiban karena hal-hal yang tidak masuk akal masih terus berlangsung.
Seorang fotografer ingin membagi duka dunia di balik hal-hal yang kasat mata para fotografer membagi pandangan, tetapi yang memandang fotonya ternyata buta meskipun mempunyai mata. Keajaiban dunia adalah suatu ironi, di depan kemanusiaan yang terluka, manusia tertawa-tawa kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap oleh mata bisa sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatasi sudut pandang dan kemampuan mata kita sendiri.
Atau, apakah didunia ini sebetulnya seperti didalam amplop ya Sukab, dimana kita tidak tahu apa yang berada di luar diri kita, dimana kita merasa hidup penuh dengan makna padahal yang menonton kita tertawa-tawa sambil berkata, “Ah, kasihan betul manusia.” Apakah begitu Sukab, kamu yang suka berkhayal barangkali tahu.