Sunday, March 10, 2019


Teruntuk Ibu yang selalu mengajarkan ku sebuah pelajaran kesuksesan dalam hidup.

Apa sebenarnya arti dari kesuksesan sehinggas setiap manusia pasti ingin meraih sukses? Ada yang ingin memperoleh kesuksesan dari usahanya, ada juga sukses dengan karirnya, atau bahkan suskes dalam membina rumah tangganya. Bahkan ada yang menjadikan sukses sebagai tujuan hidup.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sukses berarti berhasil; beruntung. Sementara menurut ensiklopedia bebas Wikipedia, sukses didefinisikan sebagai suatu kehormatan atau prestise yang dikaitkan dengan pencapaian suatu kedudukan seseorang dalam status sosialnya. Mungkin saya dan semua orang sepakat bahwa sukses bisa dikatakan sebagai pencapaian terhadap sesuatu yang kita impikan.

Selanjutnya, mari kita lihat contoh-contoh orang yang pada saat ini telah kita sepakati bahwa mereka adalah orang yang telah mendapatkan kesuksesan di dunia, dan apa sih rahasia mereka mendapatkan kesuksesan tersebut?

Pertama, Jack Ma. Dia adalah orang terkaya di China. Apa rahasianya?

We are never in lack of money. We lack people with dreams, who can die for those dreams.”

Ma pernah mengatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan Alibaba adalah berani bermimpi dan menjaga mimpi itu agar tidak padam. Karena pada suatu hari nanti, mimpi tersebut bisa menjadi kenyataan. Ma juga bermimpi jika suatu saat nanti Alibaba akan mengalahkan Walmart sebagai retailer terbesar di dunia.

Kedua, Bill Gates. Dia adalah orang terkaya di dunia. Dia mengatakan bahwa salah satu cara menjadi sukses adalah dengan membaca. Salah satu buku karangan Bill Gates adalah “Road to Success”. Ia mengatakan,

Have such a sense of curiousity about the world helps anyone to succeed, no matter what job they choose.

Bill Gates percaya, senang membaca merupakan salah faktor dari kesuksesan. Dan hal ini terbukti pada Bill Gates yang sejak remaja gemar membaca buku dan mencari informasi dari buku yang dibacanya.

Ketiga, ini adalah salah satu cara menjadi seseorang yang sukses menurut orang jepang. Mereka yakin bahwa kunci sukses adalah pantang menyerah. Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah.

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, tapi ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).

Keempat, atau yang terakhir adalah mereka yang sementara eksodus besar-besaran datang ke Indonesia atau orang China. Di mana dalam jalan menuju kesuksesan mereka mementingkan manfaat dan bukan gengsi semata.

Coba kamu datang ke rumah orang Tinghoa yang baru mulai bekerja. Lalu tanyakan barang-barang yang mereka punya. Mereka akan menjawabnya dengan alasan utilitas atau kegunaan barang tersebut. Orang Tionghoa paham bahwa suatu barang lebih penting punya nilai guna daripada gengsi. Apakah kita bisa seperti mereka?

Benarkah bahwa menjadi seorang yang sukses di dunia harus menjadi seperti Bill Gates atau Jack Ma. Atau dikatakan sukses di dunia harus dengan mengikuti caranya orang Jepang dan China? Atau selain dari itu adakah kesuksesan yang lebih indah di dunia ini? Apa hubungan antara kesuksesan dan Ibu?

Setelah mendengar kata sukses dan ibu, saya langsung mengingat kepada pemimpin-pemimpin atau orang-orang sukses yang ada di Indonesia yang mengatakan bahwasanya tanpa ibu, mereka tidak akan sukses dan bahkan bukan siapa-siapa. Siapa saja mereka dan apa kata mereka tentang ibu?

Pertama, Bapak Chairul Tanjung. Dia berkata, “Ibu adalah kunci kesuksesan  saya, tiap kali saya ingin mengambil langkah, saya selalu minta doa restu pada ibu.”

Kedua, Presiden keenam Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Dia berkata, “Sungkem meminta restu orang tua itu wajib! Tanpa doa, kerja keras, dan berkat mereka, tidak ada satu pun dari kita yang akan berhasil."

Yang terakhir, KH Mustofa Bisri. Dia berkata, “Saya tidak pernah menolak perintah ibu saya. Apa pun yang diperintahkannya, saya laksanakan. Tanpa berpikir dua kali."

Dari apa yang telah dikatakan oleh para tokoh bangsa tersebut, apakah ibu adalah kunci kesuksesan? Jadi apa sebenarnya arti kesuksesan yang paling hakiki?

Sentak pula saya terpikirkan bahwa dalam Islam dikatakan: “Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. Maka muliakanlah ibumu."

Di dalam Islam juga disebutkan bahwa, “Restu orang tua adalah restu Allah.”

Ketika kita mengetahui bahwa begitu pentingnya doa ibu kepada anaknya dalam meraih kesuksesan di dunia, apakah sekarang kita masih belum percaya atas dahsyatnya doa seorang ibu? Bukanlah tidak mungkin jika orang-orang sukses di seluruh dunia ini menjadi demikian sukses lantaran mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya, terlebih dengan ibunya.

Kenapa? Karena rida Allah ialah rida orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa hijab di hadapan Allah, mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi sangat mudah untuk Allah kabulkan.

Diriwayatkan Abu Hurairah, ada seorang laki-laki dating menemui Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, lalau bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?“ Rasulullah menjawab: “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi: “lalu siapa?” Rasul menjawab: “ibumu.” Orang itu masih bertanya lagi: “lalu siapa?” Rasul menjawab: “ibumu.” Orang itu masih bertanya lagi: “lalu siapa lagi?" Rasul menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Muslim).

Begitu mulianya seorang ibu, dan saya pikir semua agama sepakat bahwa ibu adalah seseorang yang paling mulia di muka bumi ini. Dan seorang ibu bukan hanya bisa memberikan kesuksesan dunia kepada anaknya melainkan ibu bisa memberikan kesuksesan dunia dan akhirat.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa definisi kesuksesan yang paling hakiki adalah membahagiakan seorang ibu tercinta.

Dariku, untukmu, di harimu, Ibu. 

Jasamu Tak Terlupakan
Ibu...
kau membingbingku selama satu tahun
kau begitu baik padaku waluapun aku suka marah-marah
Ibu....
kau begitu ceria dan rajin dari pada guru yang lain
ibu...
kau yang pintar, baik, ramah, cantik, dan sopan
Ibu...
kalau aku membuat salah tolong maafkan aku
karena aku cuma kesal karena aku selalu diejek
Ibu...
kalau aku lagi sedih kau menghibur aku
kalau aku lagi kesal kau menghiburku
Ibu...
terima kasih atas jasa-jasamu jika aku
masih sempat bertemu dengan ibu
aku sangat ingin memeluk ibu

Rasanya canggung sekali menyebutmu “sahabat” mengingat kita biasa bertukar sapaan kasar. Aku yang nyaman menyapamu dengan “Nyet”. Dan kau pun lebih suka memanggilku dengan bajingan . Hehehe. Nama-nama yang sekenanya memang justru menjadikan kita terikat erat, ‘kan?

Sahabat, detik ini Sang waktu memang tak sedang berbaik hati menawarkan pertemuan. Meski dari kejauhan, ingin rasanya kutepuk pundakmu. Ingin kunikmati air mukamu yang berubah riang ketika mata kita saling bertemu. Ingin kutagih semua penjelasan karena kau masih berhutang cerita perihal kehidupanmu yang sekarang.
Inginku, apapun yang sedang kau kerjakan bisa berjalan lancar. Aku bayangkan kau tengah bahagia menikmati mimpi demi mimpi yang berhasil dieksekusi. Kau mungkin akan kewalahan bercerita tentang segudang prestasi yang belakangan ini kau akrabi.

Kita adalah sepasang kawan meski tak saban hari terlihat berduaan. Kau sibuk dengan tugas-tugasmu, pun aku yang berjuang menuntaskan kewajibanku. Masing-masing dari kita punya kehidupan sendiri. Toh tak semua yang kita miliki harus selalu dibagi.

Tapi, bukankah namamu yang nyatanya kuingat paling pertama saat momen bahagia? Bukankah nomor teleponmu yang biasanya segera kuhubungi ketika sedih atau kecewa melanda? Ya, karena kaulah yang selalu siap menyambutku dengan tangan terbuka. Kamu yang dengan ikhlas menyumbangkan senyum puas melihatku di. Kamu pula yang merelakan bahumu untukku bersandar kala dihantam derita putus cinta.

Aku pun mengingatmu yang tak bosan-bosan mendengarku bercerita. Kamu yang tak keberatan merelakan waktu demi menemaniku bicara tentang apa saja. Maka sahabatku, kali ini aku ingin sejenak menikmati rinduku pada “kita”.
Aku dan kamu sama-sama tak terlahir sebagai manusia sempurna. Persahabatan kita pun bukannya tanpa cacat yang kentara. Kita pernah berselisih paham, atau sering punya pendapat yang berseberangan. Tapi, nyatanya tak satu pun alasan yang lantas membuat kita saling meninggalkan.

Kau mungkin pernah kesal lantaran sifatku yang keras kepala. Kau bisa jadi uring-uringan menanggapi sikapku yang suka merajuk manja. Namun, meski sudah baik-baik mengenalku luar dalam, tak kulihat niatmu untuk mengabaikan. Kau yang paling tahu sebrengsek apa aku dulu. Dan bagaimana aku masih berjuang meninggalkan diriku yang itu. Ah, aku tahu kamu hanya akan merangkul pundakku sambil sibuk menjelaskan.
Denganmu, aku tak canggung-canggung berbagi mimpi dan rencana-rencana gila. Tentang anganku melanjutkan kuliah ke luar negeri, membangun bisnisku sendiri, hingga inginku mengirim orang tua naik haji.

Iya, memang sudah selayaknya aku bekerja dalam diam. Tanpa angan yang perlu diumbar dan cukup fokus saja mewujudkan harapan jadi kenyataan. Tapi kawan, aku butuh kamu yang tak bosan-bosan memberiku dukungan. Meski caramu memberi motivasi adalah menyebutku sebagai pecundang. Ya, aku masih terus lekat-lekat mengingat kamu yang pernah berujar.

Maka jika ditanya; siapa yang paling kupercaya? Aku bisa mantap menjawab kamulah orangnya. Cerita-ceritaku yang dijamin “aman” dibagi denganmu, karena memang kamu yang akan baik-baik menjaga lisan atas segala yang kulabeli sebagai rahasia hidupku.

Usia bisa bertambah, tapi kedewasaan kadang kala tidak bertambah seiring bertambahnya usia seseorang. Untuk menjadi pribadi yang dewasa, prosesnya tidak mudah. Ada pembentukan yang harus dijalani. Pembentukan itu menyakitkan dan prosesnya tidak instan.
Untuk mengalami pertumbuhan dalam pemikiran dan menjadi dewasa kita membutuhkan orang lain. Kita tidak bisa bertumbuh kalau kita sendirian. Karena kita akan banyak belajar dari orang-orang yang menjengkelkan, yang tidak sempurna dan yang mengecewakan. Dan semuanya itu akan kita temukan kalau kita menjalin sebuah hubungan.
Manusia memiliki dua hakikat yang tidak akan pernah bisa hilang : diciptakan sebagai makhluk pribadi dan juga sebagai makhluk sosial. Tidak bisa dipungkiri kalau kita akan membutuhkan orang lain dan saling berhubungan, bahkan saling bergantung satu sama lain.
Namun, untuk menjalin sebuah hubungan dibutuhkan komitmen untuk saling membangun, mengingatkan, mendoakan, menasihati, memberi salam, melayani, mengajar, menerima, memberi hormat, menolong, menanggung beban, mengampuni, merendahkan diri, merendahkan hati dan masih banyak lagi.
Hubungan membutuhkan keterbukaan dan kejujuran. Terbuka dan jujur tentang siapa diri kita dan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita. Keakraban terjadi di dalam terang, bukan kegelapan. Kegelapan digunakan untuk menyembunyikan sakit hati, kesalahan, ketakutan, kegagalan, kekecewaan dan kelemahan kita. Tetapi di dalam terang, kita membuka semuanya dan mengakui siapa diri kita sebenarnya.
Ketika semuanya berjalan baik-baik saja, akan lebih mudah untuk kita terbuka dan jujur. Namun, ketika mengalami konflik, akan menjadi sulit untuk terbuka dan jujur tentang apa yang kita alami atau rasakan. Faktanya adalah kebencian dan dendam selalu menghancurkan sebuah hubungan.
Hubungan apapun, entah dalam pernikahan, persahabatan atau persekutuan, bergantung pada keterusterangan. Sesungguhnya, saluran konflik adalah jalan menuju keakraban dalam hubungan apapun. Ketika konflik ditangani dengan benar, kita makin akrab satu sama lain dengan menghadapi dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan kita.
Keterusterangan bukan berarti kita bebas mengatakan apapun yang kita inginkan
di mana saja dan kapan saja kita mau. Keterusterangan bukan kekasaran. Kata-kata yang tidak dipikirkan meninggalkan luka yang abadi.
Menghindari konflik, lari dari masalah, berpura-pura masalah tidak ada atau takut membicarakannya adalah sikap pengecut. Tidak peduli apakah kita yag melukai atau yang dilukai, jangan menunggu pihak lainnya. Hampirilah mereka terlebih dahulu. Penundaan hanya memperdalam rasa dendam dan membuat segalanya lebih buruk. Dalam konflik, waktu tidak menyembuhkan apapun; waktu menyebabkan luka makin bernanah. Pilihlah waktu dan tempat yang tepat untuk bertemu.

Friday, March 8, 2019


Kini kopiku terasa dingin, seperti ditinggalkan orang yang tepat.
Karena sibuk mencoba mencari yang lain disaat bersamaan.
Kini kopiku telah habis dan hilang, pergi bersama pahitnya kehilangan yang ku seduh dengan air mata perpisahan.
Tak akan ku teguk lagi walau hanya setetes.


Dengarkan kisahku
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahwa cinta itu datang kerena pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahasia
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan
dan ketika kita mencoba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal uap.